Beauty Talk #5: Mengenal Komposisi Produk Skincare


Pernah terpikir kah mengapa produk tertentu, walau memiliki kegunaan yang sama, mempunyai tekstur dan efektifitas berbeda atau mengapa beda komposisi tetapi untuk perawatan yang sama? Semuanya mengacu pada komposisi dari produk skincare itu. Yuk kita bahas sama-sama.

Untuk artikel ini, pengenalan komposisi produk skincare ditujukan dulu untuk keperluan konsumen, jadi yang dibahas akan dibuat singkat dan hanya untuk memperkirakan produk apa yang cocok untuk kebutuhan kulit masing-masing. 

A. Komposisi Produk 
Pernahkah kamu penasaran mengenai komposisi yang dimiliki suatu produk? Lalu ketika kamu membacanya, kamu bingung sendiri karena banyak istilah senyawa kimia yang kamu tidak mengerti (boro-boro dibahas di sekolah juga tidak). Belum lagi, masih ada produk yang ternyata memiliki komposisi yang sangat banyak, berbaris-baris, bahkan memenuhi kemasan produk.

Senyawa-senyawa tersebut sengaja ditulis demikian karena mengikuti INCI (International Nomenclature of Cosmetic Ingredients) yang merupakan database untuk formulator. Database ini menjadi data utama untuk mengetahui jenis bahan dan efektifitasnya dalam sebuah produk. Ada sekitar 22.000 bahan dengan nama ilmiah.

Namun, dari banyaknya bahan yang digunakan, semuanya dikelompokkan hanya dalam tiga jenis, yaitu:

a. Bahan fungsional (functional ingredients
Bahan sebenarnya yang membuat suatu produk bekerja efektif di kulit. Anggaplah sebagai protagonist produk skincare kamu. Sebuah produk bisa mengandung dua atau lebih bahan fungsional. Ada juga produk yang hanya mengandung bahan fungsional, tanpa jenis bahan lainnya, contoh: vaseline petroleum jelly.

Dari segi penelitian dan pengembangan, jenis bahan ini yang paling sedikit diinovasikan karena jenis bahan ini adalah bahan yang paling sulit ditemukan.

Contoh bahan fungsional tergantung lagi pada peran produk tersebut, misalkan:

  1. Surfaktan dalam produk cleanser dan conditioner yang perannya membersihkan dan melembabkan. 
  2. Bahan aktif seperti niacinamide dan ascorbic acid untuk mencerahkan pada produk pencerah/ serum 
  3. Fragrance untuk parfum 
  4. Pewarna untuk efek warna pada tint moisturizer dan produk kosmetik yang menghasilkan warna. 

b. Bahan bersifat estetika (aesthetic modifiers
Tidak semua bahan fungsional yang dipilih, nyaman digunakan dan tahan lama (stabil) sehingga formulator menambahkan bahan lain untuk meningkatkan nilai estetika (aroma, warna, tekstur) suatu produk, diantaranya pelarut (air dan/atau alkohol), emulsifier, pengawet, pengental, antioksidan.

Jenis bahan-bahan inilah yang paling banyak ada di sebuah produk. Sebagian besar tidak memiliki fungsi apa pun untuk kulit dan rambut, tetapi bahan ini perlu ditambahkan untuk menjaga kualitas, kenyamanan, dan keamanan suatu produk untuk konsumen.

Mengapa tidak mengurangi penggunakan bahan ini? Sejujurnya, formulator juga berusaha untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan estetik. Selain menarik calon konsumen yang mencari produk dengan komposisi sedikit, mereka juga bisa membuat produk yang lebih murah dan mudah.

Namun ada pertimbangan lainnya. Coba kita pikirkan: 

  1. Jika produk bau tengik, apa kamu mau mengambil resiko tetap menggunakannya? Kebanyakan konsumen akan mengambil cara aman dan menganggap produk sudah rusak walaupun mungkin saja bau itu adalah bau natural dari bahan aktif. Paling parah, konsumen enggan menggunakan produk ini karena sudah terlanjur dinilai jelek. 
  2. Produk berubah warna. Terutama untuk produk leave-on seperi serum dan moisturizer, konsumen pasti tidak mau menggunakan produk ini. Konsumen pun bisa protes pada perusahaan tersebut. 
  3. Adanya mikroba yang berkembang karena produsen menghindari penggunaan pengawet (supaya berkesan produk natural). Ini hal paling beresiko. Pertumbuhan suatu mikroba paling sering terjadi karena penggunaan produk yang salah oleh konsumen, misalkan menggunakan tangan yang basah atau kotor untuk mengambil produk. Jika tumbuh mikroba pada produk tersebut. Tanpa melihat kesalahan produsen atau konsumen, orang-orang dapat melakukan boikot terhadap perusahaan tersebut. 
Perbedaan gaya formulasi, visi, dan image suatu perusahaan akan memengaruhi bahan estetik yang digunakan. 

3. Bahan klaim (claim ingredients
Selama mengikuti perkuliahan, forum, dan membaca buku mengenai industri kosmetik, beberapa narasumber yang saya dengar berani menganggap jenis bahan ini sebagai fairy dust (bahan dimana marketing suatu brand bermain). 

Maksudnya, bahan-bahan inilah yang membuatu suatu produk/brand memiliki cerita yang menarik konsumen. Umumnya dinyatakan sebagai "bahan utama" atau "bahan penginspirasi" suatu produk. 

Beberapa perusahaan ada yang benar-benar menggunakan bahan ini sebagai bahan utama mereka dan memang memiliki efek pada kulit, tetapi tidak sedikit juga perusahaan yang hanya menambahkan sedikit bahan ini (dibawah konsentrasi efektifnya) hanya untuk membuat produk mereka sedikit berbeda dibandingkan produk lainnya (dan terdeteksi saat ada penelitian yang berusaha menemukan keberadaan bahan ini pada produk mereka). 

Contoh: 
  1. Vitamin
  2. Ekstrak tanaman
  3. Protein
  4. Bahan berlabel anti-aging
  5. Istilah teknologi mutakhir yang berbeda dari brand lainnya (advanced technology). 
Disclaimer: dengan disebutnya bahan ini, bukan berarti bahan tersebut benar-benar tidak berguna pada kulit dan ditambahkan hanya untuk menipu konsumen. Ada juga bahan-bahan yang disebutkan memang memiliki efek pada kulit. Hanya saja diperlukan penelitian yang benar dan jujur untuk menentukan apakah bahan tersebut benar memiliki peran. Jika memang berperan, pada konsentrasi berapa. Tulisan ini bukan untuk menjatuhkan brand atau perusahaan tertentu.

Lalu mengapa bahan ini ditambahkan? 
Kompetisi. Suatu produk/ perusahaan kosmetik baru bisa bertahan ketika memenangkan kompetisi pada demografik pasar tertentu. Cara untuk memenangkan kompetisi tersebut adalah menggunakan teknik marketing yang baik yang membuat masyarakat dalam skala luas tahu dan tertarik pada produk yang ditawarkan. 

Cara yang paling mudah adalah membuat cerita mengenai produk tersebut. Karena manusia lebih mudah tertarik pada suatu produk/ide jika memiliki konsep/cerita yang menyentuh keinginan atau gaya mereka.  


B. Bagaimana Mengenali Komposisi Produk
Sebelumnya, saya pernah membaca artikel yang memberikan cara membaca komposisi produk. Walaupun idenya bagus dengan menggunakan beberapa istilah senyawa kimia sebagai keyword, mungkin masih susah untuk diingat orang awam. Jadi saya coba memberikan beberapa tambahan untuk topik ini.  

1. Cari List of Ingredient (LOI) 
List of Ingredient adalah istilah untuk kolom yang memuat nama-nama komposisi yang digunakan dalam produk skincare/kosmetik. Perlu diketahui, jika suatu brand/produk tidak menyertakan LOI dan/atau tidak mau memberikannya kepada konsumen saat diminta, produk tersebut patut dicurigai. 

LOI sangat diperlukan terutama untuk pemiliki kulit sensitif, dimana LOI akan membantu kamu menghindari alergen yang kebetulan terdapat dalam produk. Karena tiap kulit orang berbeda, alergen yang dimaksud akan berbeda untuk setiap orang. 

2. Cari bahan aktif dan bahan klaim. 
Kedua bahan ini akan disebutkan pada kemasan. Bahan aktif dapat disesuaikan dengan bahan yang kamu perlukan untuk kulit kamu. Misalkan ingin mendapatkan kulit cerah, bisa mencari bahan yang mengandung vitamin C atau niacinamide.   

3. 1% Rule
Sulit untuk mengenali komposisi produk jika kamu bukan seorang formulator atau memiliki wawasan mengenai industri kosmetik/skincare. Cara paling mudah adalah mengunakan 1% rule. 

LOI memuat semua bahan-bahan yang digunakan. Untuk bahan dengan konsentrasi di atas 1%, penulisannya harus berurutan dimulai dari yang memiliki konsentrasi paling besar hingga paling sedikit. Bahan-bahan dibawah 1% boleh ditulis tidak berurutan. 1% rule dapat digunakan dengan mencari produk yang maksimum penggunaannya 1% seperti phenoxyethanol (pengawet yang menjaga stabilitas produk, tetapi akan berbahaya jika digunakan di atas 1%).

Maka, jika kamu menemukan bahan klaim (terutama dengan klaim konsentrasi tertentu) dan kamu menemukannya setelah phenoxyethanol... Hmmm.. pertimbangkan lagi aja. Namun, beda halnya kalau bahan tersebut ada di enam urutan pertama. 

Dengan 1% rule apa lagi yang bisa kita pahami?

Menghindari produk yang memiliki kemungkinan mengiritasi kulit. Hal ini bisa dilihat dengan memperhatian bahan-bahan pada enam urutan pertama. Tidak hanya menjadi perhatian bagi kulit sensitif, pemilik jenis kulit lainnya harus memperhatikan ini. 

a. Denatured alcohol
Denatured alcohol ditambahkan sebagai pelarut dan juga mendorong penyerapan bahan aktif tertentu. Jika denatured alcohol berada di enam urutan pertama, mungkin dapat mengiritasi kulit. 

b. Fragrance
Tiap orang memiliki sensitifitas pada jenis fragrance/parfum tertentu. Fragrance sebaiknya ditempatkan setelah phenoxyethanol. Jika berada di urutan pertama, mungkin saja membuat iritasi kulit. Pengecualian jika bahan ini terdapat pada produk cleanser atau produk yang akan langsung dibilas, karena kulit tidak lama terpapar bahan tersebut. 

c. Essential oils
Beberapa produk tidak menyebutkan langsung jenis minyak yang digunakan sehingga sulit untuk menentukan apakah essential oils yang digunakan dapat menyebabkan iritasi. Cara memandang essential oils hampir sama seperti cara kita memandang fragrance. 

Namun, secara pribadi saya akan menghindari produk skincare yang menggunakan essential oils, kecuali essential oils ini memiliki kemungkinan secara natural dikandung oleh bahan-bahan yang digunakan dalam produk. Walaupun demikian, tetap harus melakukan patch test.  

Lain-lain: Beberapa bahan aktif yang tidak boleh ada bersamaan 

Untuk bahan-bahan aktif yang saling menguatkan penyerapan masing-masing sehingga meningkatkan resiko sensitifitas, untuk bahan-bahan aktif yang menambah penurunan atau peningkatan pH kulit, untuk bahan-bahan aktif yang sama-sama memiliki resiko mengganggu skin barrier kulit, lebih baik dihindari atau boleh digunakan jika kamu benar-benar tahu konsentrasi masing-masing. 


Mengapa ada peraturan 1% untuk LOI? 
Ini pendapat pribadi saja
Suatu produk yang dipasarkan harus jujur kepada konsumen untuk menghindari resiko merusak kesehatan masyarakat. Namun, di sisi lain, komposisi suatu produk adalah salah satu aset perusahaan. Jika komposisi suatu produk dijabarkan sangat lengkap, mudah sekali untuk ditiru kompetitor sehingga perusahaan tersebut tidak memiliki nilai lagi. Jelas bukan kompetisi yang sehat. Maka ada peraturan ini sebagai jalan tengah. 

Ini cara yang bisa saya berikan untuk memperkirakan apakah produk tersebut efektif dan cocok untuk kulit kita. Melalui perkiraan ini, bisa saja produk tersebut masih tidak cocok untuk kulit, terutama untuk orang yang baru mencoba menggunakan skincare karena masih belajar mengenali jenis kulit. Cara aman lain adalah melakukan patch testing.

Semoga artikel ini membantumu :) 


No comments:

Powered by Blogger.