Teknik #1: Kultur Jaringan/Sel dalam Dunia Kosmetik

Setelah bahan aktif dan senyawa-senyawa lainnya diramu dan menghasilkan produk, dilakukan pengujian sebelum dipasarkan misalkan secara preclinical dan clinical. Salah satu pengujian yang dilakukan melibatkan kultur jaringan.




Kultur jaringan/sel adalah teknik menumbuhkan jaringan/sel terpisah dari organisme. Secara singkat, teknik ini melibatkan pengambilan sel tertentu dari suatu organisme (hewan atau tumbuhan) yang kemudian ditumbuhkan dalam medium tertentu. Medium yang digunakan bisa berupa medium cair, medium padat, atau medium semi-padat tergantung dari sel yang digunakan.  Jika sel bersifat adheren (melekat) seperti sel fibroblas, digunakan medium padat. Sel adheren harus menggunakan medium padat karena hanya dapat bertumbuh (memperbanyak diri) pada saat melekat. Jika sel bersifat non-adheren, sel ditumbuhkan dalam medium cair dalam wadah dengan sistem agitasi. Banyak jenis kultur jaringan yang digunakan, mulai dari jenis sel dalam kultur, kultur ke berapa, dan aplikasi yang digunakan. Contoh aplikasi kultur jaringan dalam kosmetik khususnya dapat ditemukan pada uji sitotoksisitas/ cytotoxicity assay. Contoh tsb adalah sebagai berikut: 

Screening Obat Anti Kanker
Uji dilakukan untuk mengidentifikasi obat antikanker baru/senyawa aktif baru. Namun, metode ini kurang efektif untuk menemukan senyawa aktif yang baru dan umumnya lebih digunakan untuk memonitor efek target molekuler tertentu menggunakan high through-put screen, yaitu Microtitration Assay (MTT Assay). MTT Assay adalah  uji kolorimetrik untuk mengukur aktifitas enzim seluler yang akan mereduksi tetrazolium dye, MTT yang berwarna kuning menjadi formazan yang berwarna ungu. Kemampuan mereduksi ini hanya dimiliki sel yang tetap hidup setelah penambahan sampel (perlakuan, seperti racun/senyawa aktif).
sumber: catatan perkuliahan pribadi
Metode MTT Assay secara singkat dimulai dari pemasukan sel target dalam 96-well dan diinkubasi 24 jam. Well diberi sampel kemudian diinkubasi lagi 72 jam. Setelah itu baru ditambahkan 10 mikroliter MTT dan diinkubasi 37C selama 2-4 jam. Sel yang hidup akan mereduksi MTT. Setelah itu ditambah 100 mikroliter reagen detergen, untuk menghentikan reaksi MTT, dan ditutup aluminium foil atau disimpan dalam tempat gelap bersuhu ruang selama 2-4 jam. Untuk menghitung viabilitas sel, dilakukan penghitungan absorbansi pada 570 nm. Kemudian dilakukan penghotungan seperti berikut:

% viabilitas sel: [[(abs sel + sampel) - abs sampel]/ rata-rata (abs sel-abs medium )] x 100 

Uji Inflamasi
Dalam bidang kosmetik. uji ini digunakan untuk obat yang diaplikasikan pada daerah tertentu pada tubuh manusia. Uji ini akan membantu bidang kosmetik mengamati reaksi peradangan dan dengan penggunaan co-kultur jenis sel berbeda akan membantu ilmuwan mengamati interaksi alergen atau iritan. Salah satu contohnya dapat kita lihat pada organotipik assay, suatu sistem uji yang mengekspos lapisan sel tertentu yang telah dikokultur dengan sel lainnya oleh suatu iritan kemudian menghitung respon pelepasan sitokin. 
sumber: catatan perkuliahan pribadi
Dalam bidang kosmetik, contoh sel target yang digunakan adalah sel keratinosit dan sel kokulturnya adalah fibroblas (sel ini juga banyak ditemukan pada jaringan tubuh yang lain). Kokultur juga digunakan sebagai feeder layer, yaitu sel lain yang tumbuh sebagai suatu lapisan yang dapat menghasilkan faktor pertumbuhan bagi sel diatasnya, tetapi sel ini sudah ditreat untuk tidak berploriferasi. Sitokin yang dihasilkan sebagai respon terhadap senyawa akan berkumpul pada medium di bawah kedua jenis sel. 

Pengujian yang dilakukan memang bersifat in vitro (dalam lab) dan tidak secara in vivo (dalam organismenya sendiri) sehingga ada kekhawatiran respon yang diberikan dari uji berbeda dengan respon yang terjadi pada organisme. Respon dalam organisme dapat berbeda karena dipengaruhi perbedaan yang nyata pada waktu ekspos, konsentrasi obat, tingkat perubahan konsentrasi, metabolisme obat (aktivasi dan detoksifikasi), penetrasi pada jaringan, dan ekskresi senyawa/bahan aktif. Dalam hal lingkungannya, respon yang diberikan bisa berbeda pada in vivo karena adanya pengaruh jaringan lain pada daerah sekitar. Namun sepanjang teknologi berkembang, dicarilah pengembangan metode lebih lanjut untuk membuat keadaan in vitro sama dengan in vivo.

Sumber:
Catatan Kuliah Pribadi 

No comments:

Powered by Blogger.