Beauty Talk #6: Clean Beauty (Redefinisi dan Bagaimana Kita Memandangnya)


Digadang-gadang sebagai trend beauty 2020. Clean beauty menjadi gerakan baru kepedulian konsumen dan perusahaan skincare/ kosmetik terhadap lingkungan dan masyarakat. Namun, terdapat dua sisi terhadap gerakan ini.

Pembahasan ini sudah lama dibenak saya apalagi saat ngobrol dengan teman yang bekerja di perusahaan kosmetik. Secara pribadi cukup sulit untuk membahas ini. Karena selain sebuah gerakan yang menurut saya menarik dan pantas mendapat perhatian, di satu sisi ada beberapa hal yang harus kita pertimbangkan dari gerakan ini. Sebelumnya kita bahas dulu apa itu clean beauty. 

A. Apa yang membuat trend ini muncul dan menarik 
Paraben. Kita semua tahu paraben adalah pengawet yang digunakan pada produk kosmetik dan skincare (termasuk salep dokter). Paraben menjaga produk untuk tidak terkontaminasi mikroba (terutama fungi). Namun, ada penelitian yang menyatakan paraben dapat mengganggu fungsi hormon estrogen, dan bisa dikaitkan dengan kanker.

Penemuan ini seakan membuka mata para konsumen untuk mencurigai semua bahan-bahan yang selama ini digunakan dalam produk skincare dan kosmetik, yang ironinya menganggap perusahaan menggunakan senyawa kimia yang berbahaya.

Hal ini ditambah dengan pemahaman menyesatkan yang menilai bahan natural dan bahan langsung dari alam (DIY) selalu aman dan semua perusahaan yang menggunakan senyawa kimia pasti "jahat" dan patut dihindari.


B. Definisi Clean Beauty 
Tidak sekedar green-beauty, eco-friendly, dan natural-beauty. 

Setiap perusahaan, website, dan influencer akan memiliki definisinya sendiri mengenai clean beauty. Ada yang mengaitkannya dengan produk-produk berbahan natural yang dipastikan aman dan tidak mengiritasi. Tapi, kita harus mendefinisikan ulang pandangan ini.

Secara garis besar clean beauty adalah gerakan untuk produk skincare dan kosmetik yang aman, memiliki transparansi & etika, kepedulian terhadap lingkungan dan sosial.

1. Aman 
"Aman berarti bahan-bahan yang digunakan tidak beracun (tidak karsinogenik, tidak iritan)". Ini adalah pandangan pada umumnya. Namun, bagaimana kita menyatakan suatu bahan beracun dan tidak aman untuk digunakan?

Pada kenyataannya, semua dipengaruhi lagi dari dosis dan paparan. Hal ini termasuk untuk bahan natural dan sintetik. Baik natural dan sintetik, sama-sama bahan kimia. Ingat! jangan mengaitkan "senyawa kimia" adalah bahan berbahaya. Bahan natural termasuk senyawa kimia. Contoh, jika kamu menghirup 100% oksigen (bahan natural dengan dosis tinggi) jelas kamu akan mati.

Bahan sintetik bisa berbahaya untuk kulit, bisa saja. Namun, bahan natural juga bisa berbahaya baik dalam dosis tinggi, dosis rendah, paparan yang lama, dan paparan yang singkat.

Lalu apa maksud aman di sini?
Aman di sini berkaitan dengan apakah penelitian toksisitas terhadap bahan-bahan tersebut sudah dilakukan. Jika sudah, apakah memiliki data-data yang cukup (dan akurat). Penelitian yang saya maksud bukan penelitian yang dilakukan satu-dua proyek penelitian, tetapi banyak penelitian yang melakukan pengujian pada bahan yang sama sehingga memuat data-data yang saling melengkapi, tanpa tujuan pribadi, sehingga bisa ditarik kesimpulan yang benar-benar kuat apakah bahan tersebut aman.

Formulator dan perusahaan yang jujur, akan menggunakan bahan-bahan dari database terpercaya.

Banyak database lain yang dibuat oleh komunitas beauty untuk membantu konsumen memahami komposisi produk. Namun, kembali lagi, konsumen harus kritis karena beberapa bahan yang dinilai memiliki ranking buruk bukan berarti pasti merusak kulit. Ya, bahan-bahan tersebut memiliki resiko, tetapi kalau kamu baca lagi paper-paper pendukungnya, sebenarnya hanya berpeluang kecil.


Selain bahan, ada hal lain yang harus dilihat dari clean beauty: 
a. Siapa yang membuat formula 
Keamanan suatu produk termasuk siapa yang membuat formulasi produk skincare dan kosmetik tersebut. Tentu harus orang yang mengerti hal-hal mengenai kosmetik dan skincare. Bukan sekedar dermatologis dan esthetician, tetapi juga termasuk manufaktor, formulator (cosmetic scientist), dan orang yang berpengalaman dibidang biologi, kimia, dan fisika.

b. Bagaimana proses produksi dilakukan 
Apakah produk tersebut diproduksi di perusahaan dengan GMP (Good Manufacturing Practise). Ini adalah hal yang paling dasar sebelum kita membicarakan label-label lainnya.

c. Higenitas produk (memandang kembali bahan pengawet)
Ketika kita membicarakan clean beauty, beberapa pihak konsumen berusaha mencari produk yang tidak menggunakan pengawet karena memiliki pandangan bahan tersebut berbahaya untuk dirinya dan jika tidak, lingkungan sehingga sebaiknya tidak digunakan sama sekali.

Pengawet digunakan untuk melindungi konsumen. Walaupun sebuah perusahan memproduksi skincare dan kosmetik tanpa bahan pengawet, tetapi dengan keamanan produksi yang ketat, cara penggunaan konsumen-lah yang memiliki peluang lebih besar untuk merusak produk tersebut. Misalkan, mereka tidak menyimpan produk tersebut pada suhu rendah, tidak tertutup rapat, tidak terhindar dari sinar matahari, mengambil produk pada saat tangan basah/kotor.

Kita tidak bisa memukul rata semua konsumen akan menggunakan produk tersebut secara apik dan disiplin. Oleh karena itu pengawet digunakan. Beragam pilihan pengawet yang aman untuk lingkungan sudah dikembangkan. Namun demikian, tetap harus melihat apakah pengawet tersebut aman untuk kulit, dan kembali lagi apakah data penelitiannya valid dan realis.

2. Transparansi dan etika 
Perusahaan yang transparan adalah perusahaan yang mau memberikan informasi mengenai cara produk mereka diproduksi kepada konsumen. Informasi apa saja? Beragam, seperti sumber/asal bahan yang digunakan, beberapa saya coba sebutkan pada poin ketiga.

Ini memang menjadi tantangan bagi sebuah perusahaan. Tidak bisa sembarang informasi mereka publikasikan hanya untuk menggerakan konsumen untuk membeli produk mereka. Ada kompetisi antar perusahaan, dimana bisa saja perusahaan tertentu meniru ide mereka dan malah balik mencemari nama mereka. 

3. Peduli lingkungan dan sosial 
Tidak menyangkut bahan yang digunakan untuk kesehatan kulit, clean beauty juga memikirkan efek apa yang muncul pada lingkungan dan sosial ketika produk tersebut diproduksi, dikemas, didistribusi, digunakan konsumen, dan dibuang. Beberapa diantaranya:

Cara produksi, pengemasan, distribusi yang beretika, termasuk bagaimana mereka memperlakukan karyawan-nya. Apakah sumber bahan yang mereka gunakan melibatkan sumber daya manusia yang etis.

Apakah ada informasi bagaimana mereka memproduksi/mengembangkan produknya secara cruelty-free. Selain cruelty-free, bagaimana dengan carbon-printing, water-printing, dan energi yang digunakan.

Apakah unsur-unsur yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk melibatkan eco-friendly dan sustainable (berkelanjutan). Misalkan menggunakan bahan dan kemasan yang ketika bertemu dengan alam, akan terurai dan aman untuk lingkungan atau apakah kemasan dapat didaur ulang.

Mengaitkan produksi dengan dampaknya pada lingkungan juga menjadi tantangan bagi perusahaan-perusahaan selain kosmetik/skincare. Ilmu lingkungan (misalkan bioenvironment) bagai labirin. Walaupun penelitan dan teknologi kita sudah maju, memahami sistem lingkungan adalah suatu hal yang harus dilakukan secara menyeluruh. Maka tak jarang, penemuan dan teknologi mengenai lingkungan akan terus diperbaharui termasuk bagaimana perusahaan menyikapi pengolahan end product mereka.

C. Dua pandangan 
a. Dari sisi penelitian dan pengembangan (research and development)
Sisi RnD utamanya lebih memandang kesehatan kulit, apakah bahan dan produk tertentu aman untuk kulit. Maka pandangan ini akan mempertanyakan penggunaan bahan tanaman langsung dan mineral/essential oil. 

Kebanyakan kasus, bahan-bahan ini dapat menyebabkan dermatitis dan alergi (baik secara langsung atau dipengaruhi bahan lainnya). Karena bahan-bahan ini juga tergolong baru, perlu dukungan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah memang benar bahan-bahan natural tersebut aman dan efektif untuk kulit (dan kembali lagi bagaimana dengan dosis dan paparannya). DIY skincare tidak melihat dosis dan senyawa aktif yang berperan, lebih seringnya DIY skincare berupa resep yang disebar dari mulut ke mulut.

Tambahan, tidak ada klaim clean beauty secara hukum. Untuk membuat suatu klaim, dibutuhkan definisi universal. Hingga saat ini, definisi clean beauty masih berbeda satu sama lain.

Sisi RnD juga memandang dari kost yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut. 
Untuk mengetahui apakah suatu bahan aman untuk lingkungan dan kulit, terutama untuk bahan aktif yang tergolong baru, diperlukan penelitian. 

Penelitian tentu saja memerlukan biaya dan tenaga kerja. Ketika penelitian selesai, diperlukan produksi dan formulasi yang kembali lagi memerlukan tenaga kerja. Biaya penelitian dan tenaga kerja dapat meningkatkan harga dari produk itu, membuat produk menjadi mahal. Karena mahal, akhirnya tidak menjangkau demografik konsumen yang luas, jadinya percuma saja.

Sumber alam yang dipilih untuk digunakan sebagai produk kosmetik/skincare juga tidak boleh asal pilih. Kesalahan ini dapat menyebabkan ekploitasi lahan dan tanaman tertentu, termasuk penggunaan tenaga kerja yang bisa diluar etika. 

Berbeda halnya dengan bahan sintetik. Karena sudah memiliki panduan penelitian yang dikerjakan dalam waktu lama dan perusahaan sudah memiliki fasilitas dan optimasi untuk memproduksi bahan-bahan tersebut, lebih mudah untuk menekan biaya dan menghasilkan produk yang lebih murah dan terkontrol.

b. Dari sisi yang mendukung clean beauty 
Namun tidak bisa secara mentah kita menolak clean beauty. 
  1. Gerakan ini mendorong konsumen untuk melihat komposisi dan mencari informasi bahan-bahan yang digunakan. 
  2. Gerakan ini juga mendorong beberapa pihak untuk memikirkan kembali natural beauty
  3. Hal yang paling baru, mendorong kesadaran manusia terhadap lingkungan. Misalkan, selama ini kita hanya berdebat mengenai bahan-bahan produk skincare, tetapi lupa kemasan produk juga memiliki pengaruh terhadap lingkungan. Clean beauty mengajak orang-orang untuk mengembangkan kemasan sustainable, yang dulu lebih banyak dibahas oleh orang-orang dari ilmu biomaterial  

D. Bagaimana kita memandangnya? 
Clean beauty adalah suatu gerakan yang menarik karena mengajak kita memandang produk skincare secara keseluruhan. Tidak hanya bahan yang digunakan, tetapi juga bagaimana produk tersebut memengaruhi lingkungan dan sosial.

Selain itu, yang paling penting. Keberadaan clean beauty dan bagaimana pihak-pihak lain menggunakan gerakan ini seakan menampar kita untuk lebih kritis. Kita tidak boleh sembarang merendahkan bahan dan brand tertentu yang tidak berlabel clean beauty. Walau tidak berlabel clean beauty, produk tersebut bisa saja masih termasuk clean beauty. Maka mengapa kita tetap harus kritis. Tidak bijak juga jika kita langsung mengagungkan brand dan produk tertentu hanya karena mereka tidak memasukan bahan-bahan yang stereotype-nya berbahaya. Bisa saja bahan yang dihindari tersebut malah jauh lebih aman daripada bahan aktif baru yang diperkenalkan. 

Bahan-bahan yang dihindari. 
Tapi kamu masih ingin menggunakan produk clean beauty? Boleh saja, semuanya kembali pada pilihanmu kok. Jujur, dari banyak sumber yang saya baca, tidak semua bahan yang mereka sarankan untuk hindari sama dengan sumber yang lain. Namun, secara garis besar adalah:

1. Fragrance, beberapa fragrance dapat menyebabkan reaksi alergi tergantung dari alergen masing-masing pengguna. Selain itu penggunaan istilah fragrance tidak menjelaskan nama senyawa apa yang digunakan sehingga sulit untuk menentukan apakah fragrance tersebut aman untuk kulit.

Fragrance memang digunakan untuk kenyamanan pemakaian produk karena tidak semua bahan aktif memiliki aroma yang wangi. Namun, selama produk yang menggunakan fragrance bukan untuk produk parfum atau produk apa pun yang tidak sangat berbau, menurut saya tidak ada gunanya menggunakan fragrance. 

2. Essential/ mineral oil
Penggunaan bahan ini memerlukan latar belakang penelitian yang lengkap dan seperti fragrance, berbeda jenis essential/mineral oil dapat memberikan reaksi kulit yang berbeda untuk setiap orang. Penggunaan bahan ini juga tidak disarankan dalam konsentrasi 100%.

3. Sodium lauryl sulfate
Banyak diskusi mengenai bahan ini. SLS adalah surfaktan yang digunakan banyak produk shampoo dan sabun karena memberikan efek busa dan pembersihan. Untuk keamanan kulit, tidak semua orang menunjukan reaksi alergi, iritasi, atau sensitif. Pada kebanyakan kasus reaksi ini muncul karena pemakaian berlebihan dan/atau tidak menggunakan pelembab. Reaksi ini pun dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti suhu air yang digunakan.

Namun mengapa bahan ini kalau bisa dihindari? Bahan ini sebaiknya dihindari oleh orang yang memiliki kulit sensitif, hiperiritasi, dan mereka yang sedang mengalami psoriasi, eczema, dan rosacea.

SLS tidak boleh digunakan karena dapat mengganggu lingkungan? Tidak bisa dikatakan demikian, karena kita memerlukan latar belakang penelitian yang luas untuk ini. Kamu bisa baca paper Bondi et al (2015) untuk memahami lebih lengkapnya* lihat di referensi .

4. Alkohol
Alkohol (bukan fatty-alcohol) menghasilkan kondisi kulit yang kering dan karena itu sebaiknya dihindari untuk pemiliki kulit kering dan sensitif.

5. Oktinozat dan oxybenzone
Sebaiknya dihindari jika bahan ini terdapat pada sunscreen yang diformulasikan untuk ke pantai. Untuk beberapa orang dapat menyebabkan iritasi karena bersifat photosensitive. Namun yang menjadi perhatian adalah adanya kemungkinan kedua bahan ini menyebabkan coral bleaching (pelunturan terumbuh karang).

6. Antibiotik dan bahan yang dapat meningkatkan resistensi mikroba
Bahan antiobiotik hanya boleh diberikan oleh dokter dan harus digunakan dalam pengawasan dokter. Perlakukan ketat ini bertujuan agar tidak terjadi resistensi mikroba di alam. Jika suatu mikroba resisten terhadap suatu antibiotik, diperlukan penelitian dan pengembangan antibiotik baru lagi. Bukan karena biaya, namun jika mikroba terus menerus menguat karena resistensi antiobiotik, suatu saat manusia kehabisan antibiotik baru untuk menekan pertumbuhan mikroba. Ini sangat berbahaya.

7. Pewarna
Tidak semua orang toleran terhadap pewarna. Ada jenis pewarna yang dapat menyebabkan alergi dan sensitifitas pada kulit tertentu. Pewarna, jika bukan produk yang memberikan warna, hanyalah bahan estetik. Tidak terlalu diperlukan untuk kesehatan kulit, hanya untuk marketing.

Bahan-bahan yang disebutkan saya coba rangkum dan pilih berdasarkan pandangan saya. Jika kamu tidak setuju, it is completely okay. Saya hanya menuliskannya dari pendapat saya saja.

Mengapa tidak ada paraben? Bukankah paraben adalah bahan terkenal yang harus dijauhi saat kita membahas produk natural dan aman? Nice question. Secara singkat, tidak ada penelitian saintifik akurat yang menyatakan paraben bersifat mutagenik atau karsinogenik. Terlebih lagi, secara prateknya, sulit untuk kulit manusia terekspos paraben dalam konsentrasi tinggi yang sama dengan konsentrasi yang digunakan dalam pengujian mutagenik dan karsinogenik. 



Tambahan
Secara pribadi,saya melihat clean beauty sebagai suatu gerakan yang mengingatkan kembali keberadaan batasan literasi dan bahasa antara peneliti dan orang awam.

Orang awam yang mencoba membaca paper ilmiah merupakan suatu usaha yang bagus, tetapi mereka lebih mudah salah tafsir sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang jauh dari maksud penulis paper ilmiah itu sendiri.

Di sisi lain, peneliti dan sarjana sudah memiliki kemampuan dan dukungan lingkungan mereka dalam membaca suatu paper, tetapi mereka tetap memiliki batasan bahasa pada saat menyampaikannya pada orang awam. Misalkan, kalian yang sarjana sains dan kedokteran pasti mengerti betapa sulitnya menjelaskan ilmu kalian pada keluarga, dan kesalnya ketika mereka tetap menanyakan hal yang sama berkali-kali. Bagi orang sains, mencocokan bahasa awam mana yang cocok dengan bahasa sains menjadi suatu tantangan tersendiri. Namun ini akan sangat membantu masyarakat untuk menghindari kesalahan tafsir dan penyalahgunaan informasi.

Semoga artikel ini membantumu :)

Referensi
Bondi, C. A. M., Marks, J. L., Wroblewski, L. B., Raatikainen, H. S., Lenox, S. R., & Gebhardt, K. E. 2015. Human and environmental toxicity of sodium lauryl sulfate (SLS): evidence for safe use in household cleaning products, Environmental Health Insight 9: 27-32.

Final Amended Report on the Safety Assessment of Methylparaben, Ethylparaben, Propylparaben, Isopropylparaben, Butylparaben, Isobutylparaben, and Benzyparaben as used in Cosmetic Product. 2008. International Journal of Toxicology, 27: 1-82.

Formula Botanica. 2019. Episode 44. What is Clean Beauty? A: Redefinition. Retrieved from Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=JV2IcHRWtGg (18 April 2020).

Genter, M. B. 2019. Commentary on JAMA dermatology editorial: "natural does not mean safe - the dirt on clean beauty products", International Journal of Toxicology. doi: 10.1177/1091581819885883.

Hyram. 2020. The Problem with "Clean Beauty". Retrieved from Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=tXmrlOnLA_0&t=186s (18 April 2020).

Rubin, C. B. & Brod, B. 2019. Natural does not mean safe - the dirt on clean beauty products. JAMA Dermatology. doi: 10.1001/jamadermatol.2019.2724.





No comments:

Powered by Blogger.