Cerita Kampus #8: Biotechnology Outing Day 2019: Pulau Harapan


Sudah pernah membaca artikel saya mengenai alasan saya mengambil jurusan bioteknologi? Ini adalah salah satu pilihan terbaik dalam hidup saya. Selain perkuliahan yang seru, saya juga berkesempatan berlibur sambil belajar. Pada kesempatan kali ini, saya akan membagikan salah satu kegiatan terseru jurusan saya: Berlibur ke Pulau Harapan!


Sedikit latar belakang, sebenarnya saya mengikuti kegiatan ini sebagai alumni. Jurusan biologi kampus saya sudah sering mengadakan excursion ke pulau selain seminar dan kegiatan mahasiswa lainnya. Namun, karena kegiatan mahasiswa saya yang selalu bentrok, saya baru mengikuti acara ini ketika menjadi alumni. Dan hei, ini menunjukan relasi junior-senior yang kuat! Menariknya lagi, dosen-dosen juga ikut!

Pulau Harapan itu di mana sih?
Pulau Harapan adalah salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang berjarak 60 km dari daratan Jakarta, sekitar 2-3 jam dengan kapal. Asal mula nama Pulau Harapan konon berasal dari penduduk yang melarikan diri dari penjajahan Belanda dengan harapan dapat memulai kehidupan baru di pulau yang jauh dari Batavia. Di masa sekarang, Pulau Harapan menjadi objek wisata penangkaran penyu (Pulau Kelapa Dua) dan penangkaran elang (Pulau Kotok).   

Peta Pulau Seribu
PS: Sebelum keberangkatan, kami mendengar kasus kebocoran minyak di Laut Karawang. Beruntung, Pulau Harapan tidak ikut terkena dampak. Namun demikian, saya prihatin dengan tujuh pulau di Kepulauan Seribu yang terkena limbah minyak.  

Para mahasiswa juga tidak hanya bermain, mereka ditugaskan untuk meliput penangkaran, habitat, hingga mengambil sampel untuk penelitian. Kajur saya memilih kegiatan ini agar kami sebagai calon biologist terpapar langsung dengan objek yang biasanya hanya dipelajari di bangku kuliah. Saya sebagai alumni pun ternganga dengan habitat di sana. Berasa deh betapa ilmu saya masih dangkal. 

Terpapar langsung dengan objek... 

Baru H-1, Pak Kajur menyampaikan pendapat ini, dan saya sudah merasakannya. Ketika kami sampai di pelabuhan, bau amis langsung tercium. Tidak hanya amis dari laut, tapi juga amis dari toiletnya. Ya, saya ke toilet dan tidak ada air di sana! Bau amonia menyeruak hingga saya harus menahan nafas sembari ke toilet. Menyadarkan saya pada kenyataan bahwa kami, para mahasiswa, ditantang untuk mencari solusi dari permasalahan lingkungan. 

Kapal yang memabukan... 
Kapal yang saya naiki adalah kapal tradisional. "Ya harus tradisional ! Kalian harus merasakannya!" ucap Kajur. Saya sih takut mabuknya itu. Benar saja, tidak berapa lama kami berangkat, kapal langsung meronta kiri-kanan. Posisi saya saat itu searah dengan ujung kapal jadi tidak terlalu mabuk, tetapi banyak adik kelas yang duduk menyamping dan mabuk parah. 

Seperti inilah bentuk kapalnya
Sumber: wartakota.tribunnews.com
Panitia sibuk mengantar antimo dan kantung plastik. Saya juga ikut memijat leher adik kelas yang mabuk dengan minyak angin. Inget kata emak sih, minyak angin di pangkal leher ampuh untuk mabuk! Begitu sibuknya, hingga ada panitia tidak sengaja memukul kantung muntah tepat di wajah saya.   

My inner self
Karena waktu perjalanan diperkirakan menjadi empat jam, semua memilih tidur saja daripada dilanda mabuk. Hanya anak Pak Kajur dan beberapa adik kelas yang memang "anak pantai" masih mondar-mandir di kapal, "berburu" pulau dengan teropong mereka.    

Laut Hitam dan Laut Biru 
Ada hal yang cukup menarik perhatian kami. 
taken by @josephine.99

Laut dekat Jakarta terlihat sangat hitam akibat polusi, tetapi mendekati daerah Kepulauan Seribu, laut menjadi lebih biru. Warnanya cantik banget kan. Cukup sedih melihat kondisi laut dekat Jakarta sangat kotor. Sistem pengelolaan sampah yang kurang dan masih banyaknya warga yang tidak sadar dampak buruk dari sampah menyebabkan laut yang semula sebiru laut Kepulauan Seribu menjadi hitam seperti itu. Warna hitam menjadi sindiran bagi kita untuk introspeksi diri dan mulai peduli dengan lingkungan.

warna airnya bagus banget!!

Bagaimana menurut kalian? Adakah cara/ide untuk menyelesaikan kasus ini?  

Bagaimana dengan Penginapannya?
Kami menginap tiga hari dua malam di Simpink (penginapannya menghadap laut, lho). Fasilitasnya cukup oke. Kami mendapat satu kasur untuk 4 orang, kamar mandi, gantungan, listrik. Cukup lah untuk acara kebersamaan. Apalagi penginapannya juga menyediakan makan tiga kali sehari.

makan dulu, bang...

Namun, penginapanan ini dekat dengan laut dan kebetulan air sedang susah saat itu, sehingga kami menggunakan air laut. Hal ini membuat sabun batang yang kami gunakan tidak berbusa. 

Mengapa begitu, pikir kami (dan beberapa dari kami yang akhirnya mandi dua kali)

Sabun mengandung natrium dan air laut mengandung mineral (termasuk natrium). Karena sama-sama mengandung natrium, sabun sulit untuk larut dalam air. Hal ini tidak terjadi jika sabun yang digunakan mengandung kalium. Namun, sabun batang umumnya dibuat dari lye NaOH yang menghasilkan sabun natrium. Jadi, cukup sulit untuk membersihkan diri dengan sabun dan air laut. Jadi jika berlibur di pantai, siap-siap kotor, ya.

Kami menggunakan perahu selama berkeliling di Kepulauan Seribu. Satu kapal ini bisa memuat sekitar 40-an orang. Luar biasa. Bapaknya juga sudah sangat ahli. Liat saja bisa duduk santai seperti ini:

Kendalinya cuma tongkat besi itu aja!

Hampir sepanjang hari kami terkena sinar matahari. Sinar UV dari sinar matahari dapat membakar kulit bahkan meningkatkan risiko kanker kulit. Karena itu, wajib banget untuk menggunakan sunscreen SPF 50.
Ini kondisi sekitar jam 16.00, tapi mataharinya masih menyorot

Penangkaran Penyu dan Ikan Hias 
Kami mendatangi penangkaran penyu dan ikan hias di dua pulau berbeda. Indonesia memiliki banyak jenis ikan hias dan penyu. Sebagai mahasiswa biologi dan warga Indonesia sudah selayaknya kami juga peduli dengan keanekaragaman hewan dan tumbuhan Indonesia. 

swimwear by: @swimwear_hut

Semua mahasiswa, terutama mereka yang berminat di bidang marine dan biodiversitas tidak dapat melepas perhatian mereka pada ikan dan penyu. Lucu banget penyunya, pengen diculik, tapi gak boleh lah pasti.



Para mahasiswa yang mendapat tugas meliput juga segera mengeluarkan smartphone dan catatan mereka, mengumpulkan bahan untuk tugas presentasi. Saya sih gak, kan sudah alumni..hehehe. Paling jadi teman curhatnya mereka yang ketemu ide atau bingung mau ngapain.  



Fakta menarik, di penangkaran ikan ini mereka juga memelihara ikan nila. Air yang digunakan masih berasal dari air laut. Bagaimana mereka menyulap air laut menjadi air tawar? Itu lah yang namanya teknologi!

Saat kami masih di penangkaran ikan hias, seorang staf di sana datang dan menyalami Pak Kajur. Kami baru sadar bahwa beliau sempat bekerja di sini dan staf tersebut adalah kawan lamanya. Mereka bersenda gurau sementara kami memasang wajah kebingungan campur terkejut. "Kajur kalian suka tidur di pantai, tepat di kursi itu!" senda gurau staf tersebut sambil menunjuk kursi di belakang papan nama pulau. Khas kajur kami, pecinta alam. 

Kami juga mengunjungi tempat menanam bakau. Di sana kami hanya melihat-lihat dan berfoto saja. Anak Pak Kajur yang senang melihat ikan dan kepiting berkali-kali mengajak kami ikut menemaninya ke pinggir pantai. Jadi, kami bergantian turun ke pantai.


Snorkeling 
Ini lah yang ditunggu-tunggu. Alasan ini juga, mengapa saya sengaja membeli baju renang baru (gak sih, yang sebelumnya memang sudah terlalu sempit). Masalahnya, saya hanya modal nekat. Saya tidak tahu cara berenang apalagi di laut lepas. Dengan modal nekat dan vest pelampung, saya melompat langsung dari kapal ke laut. 

Ya, saya langsung tenggelam. 

Vest yang dikenakan terlalu besar, jadi langsung mengapung di atas leher saya. Air laut masuk dari hidung dan tubuh saya malah bergerak ke bawah kapal. Syok, saya langsung merayap ke dalam kapal. "Pak, ganti saja dengan ukuran lebih kecil." 

"Ini, Dek?" kata bapak kapalnya sambil menyerahkan vest ukuran anak-anak. 

"Iya, Pak!"

"Cici ganti jadi vest anak-anak?" tanya adik kelas saya. "Iya daripada gw tenggelam," jawab saya malu. Desain vest nya mirip lagi dengan vest yang dipakai anak Pak Kajur.... 

Tidak hanya saya yang modal nekat. Beberapa mahasiswa juga ada yang tidak bisa berenang. Asalkan mengenakan vest yang sesuai sebenarnya aman saja kok, hanya perlu membiasakan diri sebentar saja.  

Tapi beda banget deh yang jago berenang dengan yang tidak. Mereka yang "anak pantai" bisa berenang hanya menggunakan kaca mata saja. Kata mereka sih trick-nya terus mengibaskan kaki sehingga tubuh tetap mengapung. Easier said than done, saya tidak mau nekat melepas vest saya hehehe....walaupun foto yang diambil jadinya kurang bagus.

Ekspetasi - Realita
Gak..gak berani lepas vest!   

Legend!

BBQ 
Kami juga mengadakan BBQ bersama (tepatnya makan seafood bakar). Ikan tongkol, sosis bakar, dan seekor ikan kuwe 6 kg.

Karena saat itu udara sangat dingin dan kami kelelahan setelah beraktivitas, beberapa mahasiswa memilih tidur di kabin dan keluar saat makanan jadi...hehehehe..

Penutup
Saya beruntung memiliki kesempatan berlibur bersama jurusan saya, ya walaupun sebagai alumni. Excursion ini benar-benar menginspirasi kami. Adik-adik kelas yang ikut membantu penyusunan artikel ini juga terinspirasi untuk meneliti mikroplastik di Kepulauan Seribu, pengelolaan sampah di suatu pulau, dan pengelolaan air laut untuk digunakan dalam budidaya ikan air tawar. Beberapa juga tertarik membahas kasus kebocoran minyak di Karawang. 

Memang benar apa yang dikatakan Pak Kajur, wawasan mahasiswa tidak boleh dibatasi ruang kelas, mereka harus belajar sambil melihat objek yang dipelajarinya secara langsung.... 


Cerita ke-8 ini menjadi akhir dari perjalanan S1 saya. Namun Cerita Kampus akan terus berlanjut seiring pengalaman saya di bidang akademik. Sampai jumpa di Cerita Kampus selanjutnya! Dan seperti biasanya, semoga artikel ini membantumu :) 

Special thanks to: 
R. Arissaputri
J. Boentoro
R. Pinontoan 
       

No comments:

Powered by Blogger.