Herbal Story #2: Metode Ekstraksi


Natural product memberikan terobosan baru bagi ilmuwan untuk mendesain obat bahkan produk herbal yang lebih baik. Cara ini dilakukan dengan mempelajari struktur molekul dari natural product Sebelum dapat mempelajarinya, diperlukan metode ekstraksi. Seperti apa metodenya?


Lihat lagi artikel mengenai bioteknologi (klik judul)

Apa itu ekstraksi dan bagaimana kerjanya?
Ekstraksi adalah proses pemisahan zat/senyawa yang diinginkan dengan yang tidak diinginkan. Secara teknis, ekstraksi dibagi menjadi tiga ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair, dan ekstraksi super kritis. Ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair memiliki kesamaan, yaitu menggunakan perbedaan kelarutan dari senyawa yang berbeda. Misalkan menggunakan pelarut polar untuk mendapatkan senyawa polar.

Apa yang akan dibahas (*ini saya buat untuk mempermudah main map pemahaman kalian):
1. Ektraksi Padat-Cair 
2. LLE (liquid-liquid extraction)
3. Supercritical fluid-extraction 
4. Cara Penyimpanan Ekstrak
Okay lanjut.....

1. Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi padat-cair paling sering dilakukan khususnya di bidang industri. Ekstraksi bekerja dengan cara difusi. Pelarut yang digunakan akan masuk melewati dinding sel tanaman dan melarutkan senyawa bioaktif di dalam sel yang memiliki polaritas yang sama dengan pelarut. Dari proses difusi ini, pelarut yang masuk akan menjadi jenuh oleh senyawa bioaktif dan keluar digantikan oleh pelarut tidak jenuh. Proses akan terus berulang sampai konsentrasi antara larutan di dalam dan diluar sel seimbang.

1.1 Persiapan Ekstraksi Padat-Cair
A. Pengeringan 
Sebelum melakukan ekstraksi, biasanya materi tanaman (bisa disebut juga dengan simplisia) dikeringkan. Pengeringan akan menurunkan kadar air yang akan membantu proses difusi dalam ekstraksi. Pengeringan ini biasanya dilakukan menggunakan oven pada suhu yang tidak terlalu tinggi.

Suhu hingga 50°C masih diperbolehkan untuk senyawa yang tidak volatil. Namun, untuk senyawa volatil (mudah menguap), pengeringan dilakukan pada suhu < 30°C. Pengeringan pada suhu seperti ini pasti sulit dan lama. Pengeringan pada suhu rendah dilakukan dengan menyiram materi tanaman menggunakan nitrogen cair sebelum digerus menjadi bubuk. Cara ini dilakukan dengan harapan senyawa volatil tidak rusak.

B. Pemotongan 
Pemotongan dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan materi yang kontak dengan pelarut. Semakin kecil materi tanaman, semakin tinggi tingkat difusinya. Namun, materi yang terlalu kecil dapat menyulitkan proses setelah ekstraksi yaitu, filtrasi.

1.2. Metode Ekstraksi Padat-Cair
Metode ekstraksi beragam tergantung dari sifat senyawa yang akan diekstraksi sendiri. Beberapa jenis ekstraksi diantaranya: 

A. Maserasi 
Merupakan metode ekstraksi yang paling umum dilakukan. Maserasi dilakukan dengan merendam materi tanaman yang telah dipotong dengan pelarut yang sesuai. Prinsip dari metode ini adalah kesamaan polaritas dan difusi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Maserasi Swedish Liquor
oleh: WIKISKYMAN – Own work (CC BY-SA 4.0) via Commons Wikimedia  
Contoh maserasi: kita ingin mengambil senyawa fenol yang umumnya bersifat polar. Maka tanaman yang telah dipotong akan direndam dalam pelarut polar (etanol, metanol, air, atau campurannya) dan dibiarkan dalam waktu tertentu (satu jam hingga berhari-hari). Senyawa fenol terekstraksi dengan berdifusi keluar dari sel. Keberadaan pelarut juga menyebabkan sel mengembang dan pecah, membebaskan senyawa aktif yang akan larut dalam pelarut.

Pengadukan dapat dilakukan untuk membantu memecahkan sel. Namun, pengadukan tidak boleh terlalu sering. Kecepatan pengadukan dapat menghasilkan panas yang mungkin merusak senyawa aktif yang diinginkan. 

Pergantian pelarut mungkin dilakukan untuk memaksimalkan ekstraksi. Namun akan diperlukan tenaga yang lebih banyak pada saat proses evaporasi karena jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak.

Beberapa faktor yang memengaruhi maserasi: 
  1. Ukuran partikel tanaman/ simplisia. Semakin kecil semakin baik karena akan meningkatkan luas permukaan kontak dengan pelarut. Namun partikel yang kecil akan menyulitkan proses filtrasi. 
  2. Rasio tanaman/pelarut (berat/ volume). Semakin banyak pelarut yang digunakan, semakin banyak zat aktif yang terekstraksi, tetapi pada rasio tertentu, tidak akan terjadi penambahan jumlah zat aktif yang terekstraksi. 
  3. Waktu maserasi. Semakin lama, semakin banyak zat aktif yang terekstrasi. Namun pada waktu tertentu, zat aktif akan berkurang karena terjadi dekomposisi atau pembentukan senyawa lain.  
  4. Suhu maserasi (contoh aplikasi: digesi, refluks). Suhu akan meningkatkan proses ekstraksi dengan meningkatkan kelarutan zat dan difusi serta menurunkan kepekatan pelarut, tetapi suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan senyawa aktif teroksidasi & terdekomposisi, dan mengganggu rasio tanaman/pelarut karena pelarut menguap. Pelarut yang menguap dapat dicegah dengan menggunakan pendinginaan balik 
  5. Jenis dan konsentrasi pelarut. Pelarut yang digunakan harus memiliki polaritas yang sesuai dengan senyawa aktif yang ingin diekstraksi. Pencampuran pelarut polar, semipolar, nonpolar dapat dilakukan untuk mendapatkan polaritas pelarut yang lebih mendekati polaritas senyawa aktif. Pengaruh konsentrasi pelarut terjadi pada saat pelarut ditambahkan air. Air dapat meningkatkan polaritas pelarut dan juga menyebabkan sel mengembang yang akan mendorong sel pecah. 
Untuk jenis pelarut ini, jika tujuan kamu adalah mengekstraksi senyawa polar, metanol dan campuran metanol dengan air lebih direkomendasikan. Namun, jika penggunaan ekstrak adalah untuk kosmetik/ aplikasi topikal, etanol dan campurannya lebih dipilih. 

Kelebihan dan kelemahan maserasi: 
Maserasi adalah proses sederhana yang tidak memerlukan banyak alat, cukup beaker/ bejana. Biaya operasional juga rendah, tidak memerlukan banyak tenaga kerja.

Namun, karena mengandalkan keseimbangan, senyawa aktif yang diperoleh hanya 50%. Adanya waktu inkubasi juga menyebabkan proses ini memakan waktu yang lama. Tambahan, hasil akhir (ekstrak) perlu dipurifikasi lagi, misalkan dengan filtrasi.

Metode ekstraksi lainnya yang mirip maserasi: 
  1. Infusi, maserasi menggunakan air dingin atau air mendidih dalam waktu singkat. Materi sebaiknya memiliki jaringan sel yang lunak.  
  2. Decoction (Rebusan), maserasi dengan merebus materi tanaman menggunakan air dalam waktu tertentu. Metode ini cocok untuk ekstraksi fitokimia yang larut air dan thermostabil. Dianjurkan untuk materi tanaman yang memiliki jaringan sel keras. 
  3. Digesti, maserasi dengan panas yang lebih rendah. Metode ini digunakan hanya untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi, dimana panas bukan target utama ekstraksi. 
B. Perkolasi 
Metode dengan mengalirkan pelarut ke materi tanaman. Materi tanaman sebelumnya dibasahi dengan pelarut untuk membengkakan dan memecahkan sel sehingga memudahkan pelarut masuk ke dalam sel dengan mudah. Kemudian tanaman dimasukan ke dalam perkolator yang beralaskan sekat berpori dan permukaan materi tanaman ditutup lagi dengan kertas berpori untuk mencegah materi tanaman mengapung di permukaan pelarut.

Pastikan keran terbuka. Jika tidak, penuangan dapat memerangkap udara yang dapat mengganggu proses ekstraksi. Tuang pelarut dan pastikan ketinggian volume total tidak lebih dari 2/3 bejana. Ketika terjadi penetesan pertama, segera tutup keran. Tunggu sesuai waktu inkubasi yang diinginkan. Untuk mengambil ekstrak, buka keran dan atur agar hanya satu tetes per 3-5 detik atau 1 ml/menit. Setelah dijelaskan, seperti menyeduh kopi, ya.

Penyeduhan kopi manual
oleh: miheco from California, USA – FlickrUploaded by JohnnyMrNinja (CC BY-SA 2.0) via Commons Wikimedia
Dibandingkan maserasi, aliran yang digunakan dalam perkolasi menyebabkan pergantian larutan jenuh dengan larutan yang memiliki konsentrasi lebih rendah sehingga proses ekstraksi lebih baik (sekitar 10-30%) daripada maserasi.

Kelebihan:
  1. Sama seperti maserasi, perkolasi masih dibilang sederhana dan mudah serta dapat dilakukan di lab atau skala industri (terutama untuk menyiapkan tinctura). 
  2. Perkolasi juga lebih cepat dibandingkan maserasi (tetapi tergantung lagi pada waktu inkubasinya). 
  3. Hasil akhir perkolasi adalah senyawa aktif dalam cairan yang sudah tersaring dari materi tanaman. 
Kelemahan:
  1. Memerlukan alat 
  2. Massa simplisia dipengaruhi oleh tinggi perkolator. 
  3. Cukup sulit membersihkannya karena materi tanaman akan menjadi sangat padat dan hal ini juga dapat menyebabkan penyumbatan.  
C. Sokhlet (Perkolasi Bertingkat)
Nama Inggrisnya adalah Soxhlet, merupakan alat ekstraksi yang menggunakan metode perkolasi berkelanjutan (continous percolation). Secara singkat, labu berisi pelarut organik dipanaskan. Uap organik yang dihasilkan diembunkan dan akan menetes pada sampel. Ekstrak yang diperoleh akan mengalir ke labu dan dipanaskan bersama pelarut organik (proses daur ulang-continous). 


Bagian-bagian sokhlet
sumber: Petersson, 2009
Secara detail, penggunaan sokhlet memerlukan tiga bagian utama: labu berisi pelarut organik, sokhlet tempat materi tanaman dan terjadinya ekstraksi, dan kondensor. Labu berisi pelarut organik dipanaskan dengan heater. Di dalam labu juga ditambahkan granula (bisa dengan pecahan keramik/cawan penguap) untuk menahan bumping. Uap dari pelarut organik yang dipanaskan akan bergerak ke atas melewati jalur distilasi (3) ke kondensor (9). Di kondensor, uap akan didinginkan menjadi cair kembali dan menetes ke thimble (4) dimana proses ekstraksi terjadi.

Materi tanaman yang disiapkan harus dibungkus dengan kantung saring atau pada permukaan atasnya dilapisi kapas agar materi tanaman tidak ikut terbawa saat penarikan ekstrak. Bentuk thimble menyerupai gelas. Ketika ketinggian ekstrak melebihi ketinggian thimble, ekstrak mulai mengisi syphon arm inlet (jalur masuk sifon) (6). Ketika mencapai ujung sifon, ekstrak akan mengalami penarik keluar dari syphon arm outlet (jalur keluar sifon) (7) menuju labu, bercampur dengan pelarut organik. Siklus kembali diulang.
Ekstraksi buah dengan sokhlet
oleh: Alex Tan - Own work (CC BY-SA 3.0) via Commons Wikimedia
Senyawa yang diambil dengan metode ini umumnya merupakan minyak, memiliki titik didih yang tinggi, berat molekul yang tinggi, tidak larut dalam air, dan larut dalam pelarut organik. Pelarut organik yang digunakan adalah pelarut dengan titik didih yang rendah (mudah menguap).

Kelebihan 
  1. Karena proses ekstraksi terjadi berulang kali, pelarut organik dan materi tanaman yang diperlukan lebih sedikit. 
  2. Proses ekstraksi dapat terjadi secara maksimal dan hanya membuang satu batch pelarut organik saja.
Kelemahan: 
  1. Menggunakan panas dan waktu yang lama, berarti menggunakan energi (ada biaya yang diperlukan).
  2. Tidak cocok untuk materi tanaman/ senyawa yang termolabil karena pada proses sokhlet, materi akan terpapar panas dalam waktu yang lama. 
  3. Memerlukan pelarut dengan titik didih yang rendah, sehingga air tidak dapat digunakan 
  4. Tergantung besar sokhlet, umumnya materi yang digunakan hanya 30-50 gram. 
D. Distilasi Uap
Ekstraksi dengan distilasi uap cocok untuk memperoleh senyawa aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi, misalkan minyak atsiri, minyak essensial, dan senyawa aromatik lainnya. Pemisahan senyawa aktif dari pelarut dilakukan dengan memanaskan pelarut pada titik didihnya. Namun pada titik didih tersebut, senyawa aktif dapat terdekomposisi.

Kelemahan ini menjadi tantangan bagi distilasi uap untuk meminimalisir dekomposisi senyawa aktif. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan titik didih pelarut sehingga pelarut sudah menguap sejak ekstraksi terjadi dan menghindari materi tanaman terpapar suhu yang terlalu tinggi.

Prinsip distilasi uap adalah pemanasan dua senyawa yang tidak bercampur (immiscible) yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan uap masing-masing senyawa. Ketika total tekanan uap lebih dari tekanan atmosfer, ikatan intermolekular senyawa menurun, sehingga hanya memerlukan sedikit suhu untuk menguapkan senyawa (titik didih menurun). Karena pendidihan terjadi pada suhu yang lebih rendah daripada titik didih aslinya, kemungkinan dekomposisi senyawa aktif dapat diminimalisir.

Ilustrasi distilasi uap skala lab
Proses distilasi uap diawali dengan pemanasan air menjadi uap. Uap air akan bertemu dengan materi tanaman dan menyebabkan beberapa senyawa aktif menguap. Di kondensor, kedua uap didinginkan sehingga mengembun menjadi cair kembali. Ingat, karena kedua senyawa immiscible, distilat yang diperoleh memiliki dua cairan terpisah, air dan minyak tanaman. Pemisahan dua cairan tersebut dapat dilakukan dengan cara dekantasi atau separasi corong (separation funnel). Namun pastikan perbedaan densitas air dan minyak dalam destilat tersebut agar pemisahan tidak tertukar!

Ilustrasi sederhana distilasi uap
sumber: sumber: https://www.newdirectionsaromatics.com/blog/articles/how-essential-oils-are-made.html
Kelebihan
  1. Metode distilasi uap memungkinan senyawa volatil diperoleh, sehingga cocok untuk ekstraksi parfum. 
  2. Karena menggunakan tekanan, waktu proses lebih cepat. 
Kelemahan
  1. Penggunaan panas dalam jangka waktu yang lama dapat mengubah kualitas wangi minyak.
  2. Kualitas wangi juga dipengaruhi suhu, waktu, dan tekanan, sehingga sulit untuk melakukan perbandingan dan reproduksi.   
  3. Minyak yang memiliki titik didih tinggi bisa tidak tersuling.
  4. Untuk senyawa yang benar-benar sensitif terhadap panas, metode ini masih dapat menyebabkan kerusakan. Cukup masalah jika minyak ingin digunakan sebagai pengharum produk kosmetik karena dapat menyebabkan kulit konsumen sensitif/iritasi.  
2. LLE (Liquid-liquid Extraction)
Cara ini dilakukan untuk memisahkan senyawa aktif dalam suatu pelarut berdasarkan polaritasnya sehingga diperoleh > 2 larutan yang memiliki senyawa aktif dengan polaritas berbeda. Proses ini disebut dengan fraksinasi. Satu kali proses LLE hanya dapat dilakukan dengan dua larutan.
sumber: European Virtual Institute for Speciation Analysis

Contoh: Kita ingin memisahkan ekstrak etanol menjadi tiga larutan dengan polaritas berbeda, fraksi A (polar), fraksi B (semipolar), fraksi C (nonpolar).

LLE yang pertama dilakukan menggunakan ekstrak etanol dan pelarut nonpolar (contoh heksana). Campuran dikocok dalam labu lemak sambil sesekali membuka tutup agar tekanan di dalam tabung berkurang. Dua fase akan terbentuk. fase paling bawah adalah etanol, fase paling atas adalah heksana atau fraksi C karena heksana memiliki densitas lebih rendah daripada etanol. Setelah dipisahkan, larutan etanol dicampur dengan larutan semipolar (contoh etil asetat). Proses yang sama dilakukan. Fraksi B adalah fase paling atas sementara larutan etanol hasil LLE ini adalah fraksi A.

Tidak semua proses fraksinasi dapat menggunakan LLE. Jika ekstrak yang digunakan mengandung pengotor seperti lemak, asam amino, asam lemak, peptida, dapat terbentuk emulsi yang menyumbat labu lemak. emulsi ini juga dapat mengganggu proses identifikasi atau pengujian selanjutnya karena ada kemungkinan mengandung senyawa aktif yang diinginkan.

Pada kasus seperti ini, bisa dilakukan teknik pemecahan emulsi, tetapi lebih baik menggunakan cara remaserasi/ maseri bertingkat. Contoh, melakukan maserasi dengan heksana. Setelah materi tanaman dipisahkan dengan pelarut, materi tanaman tersebut digunakan kembali untuk maserasi dengan etil asetat. Hal yang sama dilakukan juga untuk maseri dengan etanol.

3. Supercritical-fluid extraction (SFE)
Tujuan untuk melakukan ekstraksi se-efisien mungkin tanpa menyebabkan dekomposisi senyawa aktif menjadi pertimbangan dalam pengembangan metode ekstraksi. Memang cara termudah untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi adalah dengan meningkatkan suhu, tetapi cara ini menyebabkan dekomposisi, terutama senyawa volatil yang digunakan sebagai parfum. Walaupun distilasi uap diketahui dapat mengekstraksi minyak atsiri, nyatanya masih saja menyebabkan beberapa minyak terdekomposisi karena tetap menggunakan panas.

SFE kemudian dikembangkan untuk dapat mengekstraksi senyawa aktif tanpa menggunakan panas. SFE menggunakan pelarut karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida kok cair? CO2 dalam keadaan natural bersifat gas, tetapi pada metode SFE, lingkungan superkritis (pada tegangan dan suhu tertentu) menyebabkan tidak adanya batasan fase cair dan gas sehingga CO2 memiliki densitas seperti zat cair dan difusi, tegangan permukaan, dan viskositas seperti zat gas. Hal ini meningkatkan efektivitas ekstraksi dengan meningkatkan transfer massa dan penetrasi pelarut ke pori-pori sel tanaman.


Skema kerja SFE secara detail
sumber: https://canna-pet.com/what-is-co2-extraction/
Proses diawali dengan CO2 dalam keadaan superkritis dipompa ke ruang berisi materi tanaman. Sifat cair CO2 bekerja seperti pelarut pada ekstraksi padat-cair dan mengekstrak minyak dan senyawa lain seperti pigmen dan resin. Pemisahan dilakukan dengan mengubah tekanan atau suhu menjadi normal sehingga CO2 menjadi gas kembali, menyisakan minyak dan senyawa lain tanaman. 
Skema kerja SFE secara sederhana
sumber: https://www.newdirectionsaromatics.com/blog/articles/how-essential-oils-are-made.html 

SFE beroperasi pada suhu yang lebih rendah daripada distilasi uap sehingga dapat menjaga komposisi molekuler materi tanaman. Hasil ekstraksi juga lebih pekat dengan komposisi kimia yang lebih mendekati komposisi kimia materi tanaman sebelum terpapar ekstraksi. Ciri ini dapat dilihat dari warna ekstrak yang berbeda dan wangi yang lebih dibandingkan minyak essensial hasil distilasi.

Bentuk Sistem SFE
sumber: https://www.indiamart.com/proddetail/supercritical-fluid-co2-extraction-systems-3741617573.html
Kelebihan
  1. Beroperasi dalam suhu yang lebih rendah sehingga meminimalisir dekomposisi senyawa
  2. Mengenai keamanan pelarut yang digunakan bagi pekerja, CO2 bukan senyawa organik volatil (VOCs), tidak mudah terbakar, inert, tidak beracun sehingga aman digunakan. 
  3. Mengenai keamaan terhadap lingkungan, CO2 yang digunakan tidak terlibat dalam efek rumah kaca jika CO2 yang diambil berasal dari lingkungan, digunakan dalam proses, dan dikembalikan ke lingkungan. 
  4. Dari segi pengeluaran, CO2 murah. 
Kelemahan
  1. Tidak cocok untuk ekstraksi senyawa dengan berat molekul tinggi dan polar, karena memerlukan tekanan yang lebih tinggi, lebih mahal. 
Beberapa metode ekstraksi yang belum dijelaskan pada artikel ini: 
a. Ekstraksi dengan fermentasi
b. Ekstraksi lawan arus (counter-current)
c. Ekstraksi dengan microwave
d. Ekstraksi ultrasound/ sonifikasi
e. Ekstraksi dengan pelarut hidrofluorokarbon (phytonic extraction)

4. Cara Penyimpanan Ekstrak
Setelah melakukan ekstraksi, sebaiknya hasil ekstraksi tidak disimpan dalam pelarutnya dalam jangka waktu yang lama atau dalam cahaya matahari. Hal ini dapat mendorong dekomposisi atau isomerasi senyawa ekstrak sehingga jumlah ekstrak yang diperoleh berkurang atau membentuk senyawa baru. Cara penyimpanan dapat dilakukan dengan:

1. Filtrasi 
Jika menggunakan metode maserasi, harus dilakukan pemisahan materi tanaman dengan hasil ekstrak. Filtrasi dilakukan untuk memisahkan materi tanaman dengan pelarut yang mengandung ekstrak. Filtrasi dapat dilakukan dengan kertas filter (kertas saring biasa atau kertas Whatman) atau dengan bantuan sistem vakum.

sumber: https://www.chemistry.mcmaster.ca/~chem2o6/labmanual/expt1/exp1b-i.html
Kapas digunakan untuk menahan partikel tanaman yang lebih besar daripada pori-pori kertas Whatman sehingga dapat menghemat penggunaan kertas Whatman. Sistem vakum digunakan untuk mempercepat proses filtrasi yang biasanya hanya mengandalkan gaya gravitasi.

2. Evaporasi 
Jika materi tanaman sudah terpisah dari hasil ekstrak, selanjutnya adalah memisahkan ekstrak dengan pelarut. Kerja evaporasi, yang umumnya menggunakan alat bernama rotary evaporator, sama dengan distilasi. Distilasi adalah pemisahan dua senyawa berbeda (umumnya mengacu pada keduanya adalah zat cair) yang memiliki perbedaan titik didih yang signifikan. Hanya yang membedakannya adalah kondisi yang digunakan dalam keadaan vakum. Vakum digunakan untuk menurunkan tekanan sistem sehingga pelarut pada kondisi tersebut hanya memerlukan sedikit suhu untuk menguap (memiliki titik didih yang lebih rendah).

Pastikan pelarut yang digunakan memiliki titik didih yang lebih rendah daripada ekstrak kita sehingga pelarut akan lebih dahulu menguap, dipisahkan, dan meninggalkan ekstrak.
Gambar bagian-bagian rotary evaporator
sumber: University of Michigan,
http://www.umich.edu/~chemh215/W13HTML/SSG2/ssg2.1/experimental2.html

Prosesnya, di labu lemak, pelarut dari larutan ekstrak yang dipanaskan akan menguap dan bergerak menuju kondensor. Pada kondensor, uap pelarut akan didinginkan menjadi cair yang ditampung pada labu. Untuk memperoleh ekstrak dari labu lemak, cairan kental ektrak disimpan dalam suatu wadah (biasanya vial gelap atau cawan penguap). Kemudian cairan kental yang tersisa atau menempel pada labu lemak dapat dibilas dengan sedikit pelarut bersih (bukan pelarut yang didapat dari hasil distilasi) dan dituang ke wadah yang sama.  

3. Penguapan dengan oven
Ekstrak hasil evaporasi masih berupa ekstrak cair atau ekstrak kental, tergantung berapa banyak pelarut yang kita gunakan untuk membilas ekstrak. Jika ingin mendapatkan ekstrak padat, ekstrak harus dipekatkan lagi. Cara umum yang dilakukan adalah dengan penguapan. Ekstrak dituang ke cawan penguapan dan dimasukan ke dalam oven.

Pastikan oven yang digunakan memiliki lubang untuk mengeluarkan uap pelarut. Pengalaman ada adik kelas yang memasukan ekstrak ke inkubator (seperti oven, tetapi tidak ada lubang). Karena tidak ada lubang sama sekali, uap pelarut tidak dapat keluar. Selain ekstrak lama (bahkan tidak bisa) memadat, hal ini juga berbahaya bagi sampel lain yang ada di inkubator.

4. Gas nitrogen 
Cara yang dilakukan sejak dulu sebelum evaporasi ada. Cara ini menggunakan gas nitrogen (dingin) yang akan mendorong uap air dan gas oksigen serta menguapkan larutan tersisa dari proses evaporasi. Cara ini dilakukan jika ingin memekatkan ekstrak menjadi ekstrak padat dengan suhu rendah. Hati-hati menggunakan selang nitrogen. Jika tekanan terlalu kencang, selain cairan ekstrak dapat muncrat, selang nitrogen dapat bergerak cepat dan bisa-bisa menampar kamu.

PS: Selain metode ekstraksi di atas, tentu masih banyak metode ekstraksi lain seperti ekstraksi dengan ultrasound, infusi, dekok, dsb. Namun, untuk artikel ini saya fokuskan pada metode ekstraksi yang saya pelajari dan/atau lakukan di perkuliahan dan magang.

Semoga artikel ini membantumu :)
Lihat lagi artikel mengenai bioteknologi (klik judul)

Referensi:
Catatan kuliah pribadi

Bell, S. & Lozowski, D. 2010. Supercritical CO2: A Green Solvent. Retrieved from Chemical Engineering: https://www.chemengonline.com/supercritical-co2-a-green-solvent/?printmode=1 (6 November 2019).

Lakna. 2018. Difference Between Maceration and Percolation. Retrieved from Pediaa: https://pediaa.com/difference-between-maceration-and-percolation/ (5 November 2019).

New Direction Aromatics Inc. 2017. A. Comprehensive Guide to Essential Oil Extraction Methods. Retrieved from New Direction Aromatics:https://www.newdirectionsaromatics.com/blog/articles/how-essential-oils-are-made.html (5 November 2019).

Petersson, E. V. 2009. Analysis of acrylamide and anthocyanins in foods: extraction optimization for challenging analytes (Doctoral dissertation, Uppsala University). Retrieved from Researchgate net: https://www.researchgate.net/publication/259761869_Analysis_of_Acrylamide_and_Anthocyanins_in_Foods_Extraction_Optimization_for_Challenging_Analytes (4 November 2019).

Referensi gambar:
“La macération de l’élixir du Suédois” By WIKISKYMAN – Own work (CC BY-SA 4.0) via Commons Wikimedia 

“Manual coffee preperation” By miheco from California, USA – FlickrUploaded by JohnnyMrNinja (CC BY-SA 2.0) via Commons Wikimedia

"Soxhlet extraction. fruit extraction is in progress" By Alex Tan - Own work (CC BY-SA 3.0) via Commons Wikimedia

No comments:

Powered by Blogger.