Struktur #2: Protein part I (Asam amino)



Biomolekul adalah senyawa organik sederhana yang menyusun suatu organisme. Pada artikel ini saya akan membahas protein, senyawa organik kedua setelah asam nukleat.

A. Fungsi Protein
Protein hampir berperan dalam semua fungsi tubuh, dimulai dari salah satu unsur pembangun tubuh/sel, katalis, pergerakan (otot), transport, hormon, proteksi (sistem imun), penyimpanan, dan regulasi tubuh (metabolisme).

Tapi pada artikel kali ini, kita akan lebih membahas struktur protein. Let me tell you, this is complex! So bear with me...

Level struktur protein dibagi menjadi empat tingkat: primary, secondary, tertiary, dan quaternary. Secara singkat bisa digambarkan sebagai berikut.
- Primary, tingkat yang terdiri dari rantai polipeptida yang disusun oleh banyak asam amino
- Secondary, tingkat dimana polipeptida membentuk suatu struktur, salah satu contoh alpha-helix
- Tertiary, tingkat dimana struktur-struktur tersebut saling berinteraksi membentuk suatu subunit
- Quaternary, tingkat dimana subunit-subunit bersusun. Pada tingkat ini sudah bisa disebut protein.

Dengan kata lain protein terdiri dari beberapa subunit, sehingga protein juga bisa dibilang disusun dari banyak rantai polipeptida.  

B. Asam amino 
Asam amino adalah penyusun (building block) dari protein yang paling dasar. Pada bagian ini kita akan memahami bentuk, sifat, dan interaksi asam amino.

1. Bentuk molekul asam amino
Asam amino terdiri dari gugus amin (-NH2), gugus asam karboksilat/carboxylic acid (-COOH), hidrogen, dan gugus R pada karbon akhir (alpha-karbon) molekul asam amino. R adalah rantai samping, gugus inilah yang menentukan jenis (juga sifat) dari asam amino itu.

Zwitterion
Asam amino adalah asam poliprotik, artinya suatu asam yang memiliki lebih dari satu atom H yang dapat berionisasi/ dapat melepas lebih dari satu proton per molekul dalam suatu reaksi asam-basa. Keberadaan asam (-COOH) dan basa (-NH2) pada asam amino, membuat kedua gugus dapat berinteraksi melalui transfer ion hidrogen dari asam ke basa, sehingga ada protein yang bermuatan negatif, ada juga protein yang bermuatan positif.

sumber: https://www.aqion.de/site/zwitterions

keterangan: semua asam amino pasti terionisasi sehingga memiliki muatan tertentu. Contoh asam amino tidak terionisasi pada gambar hanyalah penggambaran saja untuk memahami konsep zwitterion.

Asam amino secara alami merupakan zwitterion (memiliki muatan positif dan negatif secara bersamaan). Pembentukan zwitterion terjadi akibat deprotonasi (melepas ion hidrogen) gugus asam karboksilat dan protonasi (mendapat ion hidrogen) gugus amin. Jadi asam amino zwitterion memiliki gugus karboksilat/ carboxylate (-COO-) yang bermuatan negatif dan gugus ammonium (-NH3+) yang bermuatan positif. 

Titik Isoelektrik (pI) dan pKa 
Derajat keasaman (pH) menentukan sifat asam-basa asam amino yang nantinya akan menentukan bagaimana asam amino bereaksi. Titik isoelektrik (pI) adalah titik dimana pada pH tertentu, muatan suatu asam amino bersifat netral (memiliki muatan negatif dan positif bersamaan sehingga muatannya 0). Titik isoelektrik ini adalah pertengahan antara pKa setiap gugus. Jadi penentuan pI bisa dilakukan dnegan menghitung rata-rata nilai pK dua gugus fungsional protein. 

pKa adalah nilai pH dimana suatu spesies kimia akan menyumbang atau memperoleh ion H. 

Pada saat pH < pKa (kondisi asam), nilai pKa gugus carboxylate yang harus diperhatikan. Pada kondisi asam ini, terjadi protonasi gugus carboxylate (-COO-) menjadi (-COOH). Karena terjadi penambahan H, maka asam amino bermuatan positif (+1). Bagaimana dengan gugus lainnya? Tidak terjadi pelepasan H, maka tetap gugus ammonium (NH3+)

Pada saat pH > pKa (kondisi basa), nilai pKa gugus ammonium yang harus diperhatikan. Pada kondisi basa ini, terjadi deprotonasi gugus ammonium (-NH3) menjadi gugus amin (-NH2). Karena terjadi pelepasan H, maka asam amino bermuatan negatif (-1). Untuk memudahkan, jika pH sudah diatas nilai pI, walau tidak beda jauh, asam amino sudah bermuatan negatif juga. Bagaimana dengan gugus lainnya? Tidak terjadi penambahan H, maka tetap gugus carboxylate (-COO-).

Pada saat pH = pKa (kondisi netral). Jika pH berada di tengah-tengah (dan mendekati nilai pI) maka 50% terjadi protonasi dan 50% terjadi deprotonasi. Muatan asam amino adalah 0.

Cara Menentukan pI - berdasarkan contoh (diambil dari urip.info)
a. Contoh dua nilai pKa - glisin

pKa gugus alpha-asam karboksilat adalah 2,3 dan pKa gugus alpha-amin adalah 9,6. pI adalah rata-rata keduanya jadi 5,9. Nilai ini yang dijadikan patokan (ion Zwitter).

Bagaimana dengan muatannya jika di pH:
pH 1. Pada pH ini, karena berada di bawah nilai pI maka glisin bermuatan positif (+1). Gugus -COO- terprotonasi menjadi -COOH.
pH 4. Pada pH ini, berdekatan dengan nilai pI sehingga glisin bermuatan 0 (+1+(-1))
pH 12. Pada pH ini, karena berada di atas nilai pI maka bermuatan negatif (-1). Gugus -NH3+ mengalami deprotonasi menjadi -NH2.

b. Contoh tiga nilai pKa  - asam glutamat
 

asam glutamat memuliki satu gugus amin dan dua gugus karboksilat. pKa alpha-gugus amin adalah 9,5 sementara pKa alpha-asam karboksilat adalah 2,1, dan pKa gugus asam karboksilat sebagai rantai samping adalah 4,1. pI di sini adalah gugus alpha-karboksilat dan gugus alpha-amin. Jangan terkecoh hehehe. Jadi pI adalah rata-rata jumlah 2,1 dan 4,1, yaitu 3,1. Nilai ini dijadikan patokan.

Bagaimana muatan jika di pH:  
pH 1. Pada pH ini, karena berada di bawah nilai pI maka bermuatan positif (+1). Gugus -COO- terprotonasi menjadi -COOH
pH 3. Pada pH ini karena mendekati nilai pI maka bermuatan 0
pH 7. Pada pH ini karena berada di atas pI maka bermuatan negatif (-1). Di sini yang mengalami perubahan H adalah gugus asam karboksilat sebagai rantai samping dari -COOH menjadi -COO-
pH 11. Nah, karena berada di atas pI maka bermuatan negatif (-1), dari gugus asam karboksilat rantai samping. Tapi ingat, pH ini juga berada di atas pKa gugus ammonium yang mengalami deprotonasi menjadi NH2. Maka bermuatan -2.

PS: seperti pada contoh asam glutamat, selain gugus ammonium dan carboxylate, rantai samping suatu asam amino pun dapat terionisasi.

Chiral (Kiral) 
Istilah ini terjadi pada alpha-karbon asam amino. Alpha-karbon asam amino yang kiral/ asimetrik berarti memiliki bentuk berlawanan (disebut juga enantiomorf, enantio = berlawanan; morph = bentuk). Sifat ini disebabkan oleh keberadaan empat gugus (-COOH, -NH2, -R, and -H) dalam alpha-asam amino yang membentuk geometri tetrahedral. Sifat kiral dimiliki oleh semua asam amino, kecuali glycine karena gugus R nya adalah H.

sumber: chem.libretexts.org

Terdapat dua jenis asam amino kiral: D-asam amino (kanan) dan L-asam amino (kiri). Hanya bentuk L- yang dimiliki protein, bentuk D- lebih banyak ditemukan pada antibiotik dan dinding sel bakteri tertentu.

2. Sifat asam amino (20 jenis asam amino)
Asam amino memiliki banyak jenis yang dilihat dari gugus R-nya. Walau ada lebih dari 100 asam amino yang ditemukan, hanya 20 jenis asam amino yang digunakan dalam sintesis protein (dalam central dogma). Asam amino yang jarang contohnya adalah hydroxylysine dan hydroxyproline (ditemukan pada protein kolagen dan gelatin) dimana mereka memiliki tambahan -OH pada rantai sampingnya. Asam amino yang tidak ada pada protein diantaranya citrulline, ornithine, dan homocysteine.

Gugus R (rantai samping) suatu asam amino dibagi berdasarkan ukuran, bentuk, muatan, kapasitas ikatan hidrogen dan reaktivitas kimiawi. Umumnya ada 20 asam amino yang dikelompokan dalam tiga kelompok besar (nonpolar, polar tak bermuatan, polar bermuatan) atau secara detail menjadi empat kelompok utama:
  1. nonpolar tidak bermuatan 
  2. polar tidak bermuatan 
  3. polar bermuatan asam
  4. polar bermuatan basa
Semua jenis asam amino ini memiliki tiga cara penyebutan: cara biasa, singkatan tiga huruf, dan singkatan satu huruf. Penyingkatan tiga huruf lebih mudah karena kita dapat memperkirakan nama asam amino yang dimaksud. Tidak semua singkatan satu huruf menggunakan huruf yang berhubungan dengan nama asam amino itu. (Pada artikel ini tidak saya sertakan gambar ya, sudah ada pasti di catatan kuliah masing-masing) 

a. Nonpolar  
Alanin (Ala, A)
Valine (Val, V) 
Leucine (Leu, L) 
Isoleucine (Ile, I) 
Proline (Pro, P) 
Methionine (Met, M) 
Phenylalanine (Phe, F) 
Tryptophan (Trp, W) 

b. Polar tidak bermuatan 
Glycine (Gly, G)
Serine (Ser, S) 
Asparagine (Asn, N)
Glutamine (Gln, Q)
Threonine (Thr, T)
Tyrosine (Tyr, Y)
Cysteine (Cys, C) 

Asam amino pada kelompok ini, kecuali glisine dapat berikatan hidrogen dengan air sehingga sifatnya lebih larut air daripada protein non-polar. Glisin, yang memiliki gugus R yang kecil, dimasukan dalam kelompok ini karena dominasi sifat gugus amino dan carboxylate yang membuatnya memiliki kemiripan dengan asam amino lainnya.


sumber: https://employees.csbsju.edu
c. Polar bermuatan basa
Histidine (His, H)
Arginine (Arg, R) 
Lysine (Lys, K) 

Ketiga asam amino bersifat basa tetapi dapat berubah ketika ada perubahan pH yang dramatis. Ketiga asam amino memiliki gugus basa yang dapat menerima ion H yaitu ion ammonium (lysine), gugus guanidinium (arginin), dan gugus imidazollium (histidine). Rantai samping memiliki nilai pKa dan pada pH fisikal membuat asam amino tersebut memiliki muatan +1. Keberadaan muatan ini berperan dalam interaksi ionik.

d. Polar bermuatan asam
Aspartic acid (Asp, D) 
Glutamic acid (Glu, E) 

Kedua asam amino ini memiliki gugus asam karboksilat pada rantai samping yang merupakan asam yang lebih lemah (nilai pKa lebih tinggi) daripada gugus asam karboksilat utama. Sifat ini membuat mereka memiliki muatan -1 pada pH yang sama dimana asam amino lain bermuatan 0. Keberadaan asam karboksilat pada rantai samping ini membuat suatu protein dapat berinteraksi dengan ion logam.

*Pembagian asam amino berdasarkan struktur rantai samping (R)
a.Rantai samping alifatik (non aromatik) - Gly, Ala, Val, Leu, Ile 
Val, Leu, Ile memiliki rantai samping yang bercabangan dan sangat hidrofobik. Percabangan pada asam amino Val dan Ile terjadi pada beta-karbon sehingga pada pembentukan struktur sekunder, kedua asam amino akan lebih sulit membentuk konformasi alpha-heliks.


* Proline 
Rantai samping adalah asam imino dimana rantai samping berikatan dengan alpha-karbon dan gugus imino ( = NH), bukan gugus amin (-NH2). Bentuk ini membuatnya memiliki keterbatasan saat membentuk struktur tulang belakang peptida.

b. Rantai samping aromatik - Phe, Tyr, Trp
Rantai samping memiliki cincin aromatik. Untuk Phe dan Trp, keduanya bersifat sangat hidrofobik (maka masuk golongan asam amino nonpolar). Namun untuk Tyr, gugus fenol (ada gugus -OH yang reaktif) adalah asam lemah sehingga Tyr kurang hidrofobik dibandingkan yang lain dan dikelompokan sebagai asam amino polar tidak bermuatan.



c. Rantai samping mengandung sulfur - Cys, Met
Cys memiliki gugus sulfihidril yang polar sehingga lebih reaktif daripada Met yang hanya memiliki rantai samping thioether (C-S-C). Maka cysteine termasuk asam amino polar sementara Met adalah asam amino nonpolar



d. Rantai samping dengan hidroksil - Ser, Thr
Memiliki gugus OH pada rantai samping membuat keduanya bersifat reaktif dengan berperan dalam ikatan hidrogen dan digolongkan sebagai asam amino polar. Untuk Thr, rantai samping bercabang pada beta-karbon sehingga memiliki keterbatasan dalam pembentukan rangka peptida.

e. Rantai samping basa - Lys, Arg, His
Memiliki rantai samping yang basa (memiliki nilai pKa tertentu) membuat asam amino ini bersifat polar dan sangat hidrofilik. Berdasarkan kekuatan basa terkuat ke terlemah adalah Arg, Lys, His. Asam amino dengan rantai samping basa kuat akan lebih sering terprotonasi dan memiliki muatan.

f. Rantai samping asam - Asp, Glu
Memiliki rantai samping yang asam (memilikki nilai pKa tertentu) membuat asam amino Asp dan Glu bersifat polar dan sangat hidrofilik. Seperti asam amino polar-basa, hanya saja lebih sering bermuatan negatif (deprotonasi).

g. Rantai samping dengan turunan amida - Asn, Gln
Memiliki turunan amida (R-CONH2) membuat asam amino tidak reaktif (tidak bermuatan) walau bersifat polar. Keberadaan H pada turunan amida membuat asam amino ini dapat berperan dalam ikatan hidrogen.

3. Interaksi asam amino
Asam amino adalah building block protein. Karena asam amino memiliki gugus amin, gugus karboksilat, dan rantai samping, dia dapat berinteraksi dengan molekul termasuk molekul biologis dan asam amino lain.

a. Hidrofobik 
Sisi nonpolar suatu gugus yang hidrofobik akan berikatan satu sama lain melalui gaya dispersi London. Ketika berikatan satu sama lain, gugus ini akan menghalangi masuknya air dan molekul lain yang bersifat hidrofilik

b. Hidrofilik 
Seperti hidrofobik, tetapi kebalikannya. Gugus hidrofilik (gugus polar dan tidak bermuatan) memengaruhi kelarutan protein. Selain berikatan hidrogen dengan air dan satu sama lain, gugus ini mendorong gugus nonpolar keluar.

c. Ikatan ionik 
Keberadaan rantai samping yang basa dan asam membuat suatu protein memiliki muatan ionik yang dapat menarik muatan yang berlawanan.

sumber: http://www.chem.ucla.edu/~harding/IGOC/D/disulfide_bridge.html


Ketiga interaksi ini adalah interaksi yang umum terjadi pada protein/ asam amino. Selain itu, terdapat juga interaksi lain seperti ikatan kovalen yang membuat dua asam amino cysteine dapat berikatan (terjadi pada proses pengkeritingan rambut). Pada interaksi ini terjadi oksidasi (pelepasan ion H) pada gugus sulfihidril menyebabkan terbentuknya ikatan disulfida. Ikatan disulfida membuat suatu protein saling "menggumpal". Semakin banyak ikatan disulfida semakin keriting rambut. Ikatan disulfida dapat diputus dengan reaksi reduksi.

sumber: https://www.creative-proteomics.com/services/di-sulfide-bond-localization-2.htm

Pengaruh pH pada asam amino 
Asam amino memiliki gugus fungsional (baik pada gugus amin, gugus karboksilat, dan gugus rantai samping) yang dapat mengalami perubahan muatan ketika terjadi perubahan pH. Contoh penggumpalan susu ketika ditambah cuka (perubahan pH menjadi lebih asam). Perubahan interaksi protein/asam amino oleh pH ditentukan dari pKa gugus amin dan pKa gugus asam karboksilat. Kedua gugus ini adalah gugus utama yang berperan dalam pengikatan antar asam amino menjadi protein.

Bagaimana asam amino disusun menjadi protein 
Protein terdiri dari paling sedikit 150 asam amino yan saling berikatan sebagai suatu rantai peptida melalui ikatan peptida.  Saat kita menggambar suatu asam amino, semua harus diawali dari menggambar gugus ammonium dari asam amino pertama (disebut residu N-terminal) dari kiri dan diakhiri dengan menggambar gugus carboxylate asam amino terakhir (residu C-terminal).

sumber: https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Ancillary_Materials/Reference/Organic_Chemistry_Glossary/N-Terminal

Ikatan peptida terbentuk dari dehidrasi/kondensasi (pengambilan H2O dari dua asam amino yaitu O dari gugus carboxylate suatu asam amino dan 2H dari gugus ammonium milik asam amino yang lain). Untuk memecah ikatan peptida, maka ditambahkan air (disebut juga reaksi hidrolisis). Rantai yang terdiri dari dua asam amino yang memiliki satu ikatan peptida disebut dengan rantai dipeptida. 

sumber: https://www.mun.ca/biology/scarr/iGen3_06-03.html

Ikatan peptida memiliki struktur planar. Struktur planar terbentuk dari adanya resonansi (delokalisasi elektron) yang meningkatkan polaritas nitrogen dan oksigen, menyebabkan pembentukan ikatan hidrogen yang sangat kuat yang menghalangi "pembengkokan" suatu ikatan peptida. Oleh karena itu ikatan peptida memiliki struktur planar.

Semoga artikel ini membantumu :)
Chapter II akan membahas tingkatan struktur protein

Referensi:
Aqion. 2020. Zwitterions and Amino Acids. Retrieved from Aqion: https://www.aqion.de/site/zwitterions (2 Juli 2020).

Catatan kuliah pribadi

Creative Proteomics. 2020. Disulfide Bond Analysis Service. Retrieved from Creative Proteomics: https://www.creative-proteomics.com/services/di-sulfide-bond-localization-2.html (2 Juli 2020).

Gunawardena, G. 2019.  N-Terminal. Retrieved from LibreText Chemistry: https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Ancillary_Materials/Reference/Organic_Chemistry_Glossary/N-Terminal (2 Juli 2020).

Moore, J. T. & Langley, R. 2008. Biochemistry for Dummies. Indiana: Wiley Publishing.

Rukim, U. 2019. Cara Menentukan pH Isoeletrik (Titik Isoelektrik) dan Memperkirakan Muatan Asam Amino. Retrieved from Urip.info: https://www.urip.info/2019/03/cara-menentukan-ph-isoelektrik-titik.html (2 Juli 2020).

Russel, P. J. 2010. iGenetics A Molecular Approach 3rd Ed. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited, Inc.

Schaller, C. P. Tanpa tahun. Stereochemistry. Retrieved from Structure in Chemistry: https://employees.csbsju.edu/cschaller/Principles%20Chem/stereochem/stereo_aas.html (2 Juli 2020).

Soderberg, T. 2014. Enantiomers Can Be Distinguished by Biological Molecules. Retrieved from LibreTexts Chemistry: https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Organic_Chemistry/Map%3A_Essential_Organic_Chemistry_(Bruice)/06%3A_Isomers_and_Stereochemistry/5.21%3A__Enantiomers_Can_Be_Distinguished_by_Biological_Molecules (2 Juli 2020).

University of California. 2020. Illustrated Glossary of ORganic Chemistry. Retrieved from UCLA Chemistry and Biochemistry: http://www.chem.ucla.edu/~harding/IGOC/D/disulfide_bridge.html (2 Juli 2020).







No comments:

Powered by Blogger.