Beauty Talk #7: Alkohol Baik vs Alkohol Jahat?


Ketika publik mulai menaruh perhatian terhadap skincare, alkohol menjadi salah satu bahan yang paling dihindari karena dipercaya berbahaya untuk kulit, terutama sensitif. Tetapi mengapa alkohol masih banyak ditemukan dalam produk skincare? Mari kita kupas

A. Apa yang membuat alkohol berbahaya untuk kulit 
Alkohol yang dimaksud di sini adalah ethanol. Alkohol lainnya yang disebut rubbing alcohol yang umumnya sering digunakan dalam video tutorial memencet jerawat adalah isopropil alkohol, berbeda dengan ethanol.


Alkohol, dalam bentuk terlarut atau pekat, sering digunakan untuk desinfektan praktis suatu area (ethanol) atau luka (isopropil alkohol) sehingga pada video tutorial zaman dulu, alkohol digunakan untuk mencegah persebaran bakteri yang mungkin pindah ke area kulit yang lain setelah memencet jerawat. Namun sekarang, orang-orang menganggap alkohol dapat memperlambat perbaikan sel terutama sel kulit yang rusak setelah memencet jerawat, sehingga alkohol tidak digunakan lagi.


Alkohol juga bersifat mengeringkan. Pemikiran ini berasal dari alkohol yang dapat mendenaturasi protein dan melarutkan lipid (lemak). Alkohol juga bersifat volatil sehingga ia mudah menguap, menarik air, dan memberikan sensasi kering pada kulit. Masalahnya, kering di sini dapat mendorong produksi minyak lebih lagi.   

Jelas kedua sifat alkohol ini membuat orang yang memiliki kulit sensitif dan kering takut untuk menggunakan produk skincare/kosmetik yang mengandung alkohol. Mereka takut alkohol dapat merusak skin barrier dan menambah kekeringan kulit sehingga kulit lebih rentan terhadap infeksi mikroba yang dapat berujung pada kemunculan jerawat.  

Lalu mengapa alkohol tetap ada dalam produk skincare?

B. Apa guna alkohol dalam produk skincare 
Alkohol yang ada di dalam produk skincare adalah ethanol, campuran ethanol dengan air, dan denatured alcohol (alkohol terdenaturasi). Alkohol terdenaturasi adalah ethanol yang ditambahkan bahan lain agar tidak dapat dikonsumsi atau pun dipurifikasi menjadi ethanol murni. Bahan lain/ aditif ini diantaranya adalah agen pembuat pahit seperti denatonium benzoate atau bahan lainnya seperti methyl ethyl ketone.


Apa gunanya alkohol dalam produk skincare. Banyak. Alkohol adalah bahan yang tidak dapat terpisahkan dalam formulasi skincare:

1. Pelarut yang hebat
Kita mengenal air sebagai pelarut segalanya, tetapi air bersifat polar. Alkohol memiliki sifat semipolar (masih bisa dibilang polar, tetapi tidak se-polar air) sehingga selain dapat melarutkan bahan bersifat polar (larut air), alkohol juga dapat melarutkan bahan-bahan yang nonpolar (larut minyak). Kemampuan ini sangat berguna dalam formulasi parfum atau bahan skincare nonpolar seperti salicylic acid, bahan yang sangat populer di kalangan acne-prone karena dapat larut dalam sebum (minyak).

2. Pelarut dalam proses ekstraksi tanaman 
Alkohol digunakan dalam ekstraksi fitokimia bahan tanaman, dimana bahan tanaman biasanya sangat difavoritkan mereka yang mencari produk skincare herbal. Mengapa tidak air? Air juga digunakan, tetapi seperti pada poin (a), sifat alkohol yang semipolar memberikan alkohol kemampuan untuk mengekstraksi fitokimia yang lebih beragam daripada air. 

3. Melarutkan minyak (sebum dan lipid)
Sifat alkohol yang semipolar ini digunakan juga untuk mengurangi kadar minyak pada permukaan wajah. Oleh karena itu, beberapa toner, terutama toner astringent, menggunakan alkohol dalam formulasinya.

4. Volatil
Alkohol memiliki sifat volatil (mudah menguap) sehingga ini dapat digunakan untuk menghasilkan sensasi dingin pada kulit. Sekalipun produk kamu adalah gel, dan mengandung banyak air, jika terasa sensasi dingin dan cepat menguap, ada ethanol dalam formulanya. 

Volatil ini bukan sifat yang merugikan, bahkan sebaliknya. Contoh pada sunscreen. Kita dianjurkan menggunakan sunscreen 30 menit sebelum beraktivitas agar sunscreen menempel pada kulit dan tidak mudah luntur. Alkohol dalam formula sunscreen akan mempercepat waktu yang diperlukan untuk agen sunscreen siap (set). Tentu saja ini sangat membantu efektifitas sunscreen terutama pada konsumen yang tidak suka menunggu lama. 

5. Membuat formula lebih ringan 
Alkohol memberikan efek formula yang tidak terlalu berat di wajah. Hal ini sangat diperlukan untuk produk skincare dan kosmetik yang digunakan setiap hari atau saat aktivitas yang berat. Efek ringan juga sangat dicari untuk kulit berminyak dan memudahkan persebaran produk. 

6. Mendorong penetrasi actives 
Alkohol dapat meningkatkan penetrasi actives seperti glycolic acid sehingga kerja actives lebih efektif. 

7. Pengawet 
Sifat ini baru diperoleh pada alkohol dalam konsentrasi tinggi. Namun, sifat ini hampir tidak pernah dicari karena peningkatan konsentrasi alkohol dalam suatu produk, selain dapat mengurangi kemungkinan terkontaminasi mikroba, diikuti dengan kemungkinan menyebabkan iritasi pada konsumen. Pada kenyataannya, konsentrasi maksimum alkohol dalam produk skincare adalah 10 %. 

C. Bagaimana dengan penelitian yang sudah ada 
Sifat alkohol yang mengeringkan sering dikaitkan dengan inflamasi, mempercepat penuaan, membunuh sel bahkan kanker. Cukup mengerikan yang kedengarannya. Tetapi apa pendapat paper ilmiah mengenai hal ini?


1. Studi in vitro 
a. Kulit Babi
Studi yang dilakukan oleh Pendlington et al. (2001) menggunakan kulit babi betina (tanpa rambut, lemak, dan otot) yang dipaparkan ethanol 100%. Setelah lebih dari 10 detik (11,7 detik) setengah dari ethanol yang digunakan menguap. Selain itu, pada kulit babi yang tidak tertutup parafin (menggambarkan penggunaan alkohol di kulit manusia pada umumnya), hanya tersisa 3% jumlah total ethanol yang dipaparkan. 

Hal ini menunjukkan bahwa alkohol lebih cepat menguap dan tidak memberikannya waktu untuk masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam. Bahkan penulisnya sendiri memperkirakan ethanol yang tersisa pada kenyataannya akan kurang dari 3%, mengingat adanya kemungkinan kebocoran ethanol dalam percobaan itu.

Penelitian Pendlington et al. juga dilengkapi dengan studi pada manusia dimana pemaparan spray alkohol selama 10 menit, tidak menunjukan hasil positif alkohol pada sampel darah. Artinya alkohol tidak diserap/masuk ke dalam kulit.

Tetapi ada kelemahan dalam studi in vitro. Model kulit apakah yang digunakan. Walaupun menggunakan model kulit babi (yang mendekati kulit manusia), tetap akan ada perbedaan. Apalagi pada kenyataanya kita mengaplikasikan alkohol tanpa ditutup. Jelas alkohol lebih cepat menguap dan akan jauh lebih sedikit yang tertinggal di permukaan kulit.


b. Sel Kulit Manusia (Sel dari A431 epidermoid skin cell line)
Penelitian Neuman et al. (2002) meneliti kultur sel manusia yang dipapar beragam konsentrasi ethanol (40 mM & 100 mM) dalam periode waktu yang berbeda (24 jam & 48 jam). Penelitiannya menemukan ethanol bersifat toksik, dimana sel mengalami apoptosis dan terjadi produksi sitokin pro-inflamasi (TNF-alpha), menggambarkan bahwa ethanol memicu peradangan dan kerusakan sel. Hal ini didukung dengan bukti terjadinya kerusakan organelle, kromatin terkondensasi, dan badan apoptotik.

Ps: konsentrasi 40 mM dan 100 mM, dari sumber paper dinyatakan sebagai konsentrasi alkohol yang sangat kecil. Tetapi saya kesulitan mengkonversi nilai ini dalam %. Jika ada yang tahu caranya, beritahu saya di kolom komentar. 

Sekalipun menggunakan model kulit manusia pun (kultur sel, bukan studi klinis), masih banyak faktor lain yang dapat membedakan hasil lab dengan hasil pada kenyataannya. Bahkan Neuman et al. menyatakan efek in vivo akan lebih kompleks karena kulit tersusun dari beragam jenis sel.

Selain iitu lapisan teratas kulit, stratum corneum, terdiri dari 15-20 lapisan sel, ditambah dengan komponen lainnya, lapisan ini sangat tebal dan sulit ditembus obat/ senyawa kimia topikal. Apalagi ethanol.

Studi klinis yang langsung melibatkan manusia menjadi penelitian yang menunjukkan bukti yang lebih kuat daripada studi in vitro. 



2. Studi klinis 
Sulit untuk menemukan studi efek paparan ethanol pada kulit wajah. Kebanyakan studi klinis dilakukan pada kulit pergelangan tangan dan menggunakan ethanol konsentrasi tinggi atau hand sanitizer , bukan produk skincare. Penelitian ini lebih diprioritaskan bahkan menjadi perhatian kesehatan masyarakat (public health) karena umum terjadi, terutama pada tenaga medis.

Penelitian Bommannan et al. (1991) pada uji in vivo manusia menemukan ethanol absolut yang dipaparkan pada pergelangan tangan selama 30 menit dapat meningkatkan kemampuan penyerapan kulit melalui pengangkatan lipid interseluler. Namun, proses ini bukan berarti ethanol dapat merusak skin barrier, karena lapisan lipid pun kembali normal dalam waktu 24 jam.

Walaupun ini adalah penelitian in vivo. Penggunaan ethanol pada produk skincare dilakukan pada lingkungan terbuka sehingga kerusakan skin barrier pada kenyataannya akan jauh lebih kecil.

Cartner et al., (2017) memaparkan ethanol 70% pada pergelangan tangan relawan sebanyak 20 atau 100 kali per hari selama 14 hari. Penelitian mereka:
  1. Tidak menemukan perubahan kemerahan (inflamasi) yang signifikan terhadap air (jadi sama saja dengan air)
  2. Tidak menemukan perubahan transepidermal water loss (TEWL) yang signifikan terhadap air pada aplikasi 20 kali, hanya 100 kali. 
  3. Tidak terjadi dehidrasi kulit yang signifikan baik aplikasi 20 atau 100 kali. 
Kramer et al. (2002) melakukan studi klinis perubahan TEWL dan kandungan air pada kulit (dehidrasi kulit) menggunakan enam produk desinfektan tangan berbasis alkohol (46 % - 78,2% ethanol, 27% - 70 % isopropanol) dan menemukan tidak ada perubahan signifikan pada aplikasi 20 kali pada hari pertama dan 5 kali per hari pada hari ke-2 hingga 7.

Perlu diingat, terdapat perbedaan metode yang digunakan dengan apa yang ada di kenyataan:
  1. Menggunakan pergelangan tangan yang struktur kulitnya lebih tebal daripada kulit wajah. 
  2. Waktu uji tidak terlalu lama, paling lama hanya dua minggu. 
  3. Menggunakan konsentrasi alkohol di atas 10%, lebih tinggi dari kadar alkohol yang digunakan di produk skincare.
  4. Aplikasi yang berlebihan yang tidak mungkin dilakukan sama, apalagi pada wajah. 
D. Agen Hydrating & Moisturizing dalam Produk Skincare
Walaupun di sini kamu mulai berpikir, "kalau di skincare masih ada kemungkinan dong. Kan kulit wajah tipis walaupun konsentrasi alkohol skincare rendah." Pada produk skincare ada agen yang berperan dalam kelembaban seperti humektan, emollient, dan occlusive yang dapat menurunkan efek negatif dari alkohol.



Pada uji in vitro sel fibroblas (sel kulit yang berperan dalam produksi kolagen) oleh Donejko, et al. (2017), sel yang terpapar oleh ethanol mengalami proses apoptosis dan penurunan viabilitas. Namun penambahan hyaluronic acid (500 mikrogram/ml) dapat mencegah efek negatif penurunan viabilitas sel dan mencegah apoptosis.  Hal ini menunjukkan bahwa hyaluronic acid dapat mencegah inflamasi dan efek negatif yang disebabkan oleh ethanol.

Studi klinis double-blind oleh Williams, et al. (2009) terhadap 132 relawan yang diminta mencuci tangan dengan sabun 15 kali/hari tanpa moisturizer dan dengan moisturizer selama 14 hari menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kelompok yang mencuci tangan disertai aplikasi moisturizer tidak mengalami kerusakan kulit dibandingkan kelompok yang mencuci tangan tanpa aplikasi moisturizer. Pelembab yang digunakan juga menurunkan TEWL sejak hari ke 7.

Inilah mengapa, saya juga menyesal tidak membawa hand cream saat pengambilan data basah saat Tugas Akhir dulu. Kutikula, kuku, kulit jari, semuanya pecah-pecahhh. Sangat menyakitkan apalagi saat disemprot ethanol 70 %. 

E. Fatty Alcohol 
Karena ethanol dicap sebagai bad alcohol, munculah istilah good alcohol yang diberikan kepada fatty alcohol.

Fatty alkohol mengacu pada alkohol yang memiliki rantai karbon yang panjang (seperti asam lemak, memiliki rantai karbon yang panjang). Bahan ini diperoleh dari minyak tanaman. Kesamaannya dengan denatured alcohol adalah sama-sama memiliki gugus -OH sehingga memiliki sifat melarutkan yang mirip dengan denatured alcohol. Namun, bahan ini bersifat emollient dan tidak dapat menguap dengan cepat sehingga memberikan hasil akhir lebih "glow"

struktur cetearyl alcohol

Contoh fatty alcohol:
  1. cetearyl alcohol
  2. lauryl alcohol
  3. stearyl alcohol
  4. oleyl alcohol
  5. caprylic alcohol
  6. cetyl alcohol
  7. myristyl alcohol 
Efek glow yang diberikan bisa menguntungkan, bisa merugikan, tergantung dari jenis kulit dan kebutuhan konsumen lagi. Tambahan, dengan adanya fatty alcohol sebagai bahan alternatif ethanol, tidak menentukan bahan ini dapat digunakan untuk semua formulasi.

Studi in vitro 
Penelitian Kanikkannan & Singh (2002) meneliti kemampuan iritasi dan kemampuan penyerapan kulit oleh fatty alcohol 5% menggunakan model kulit tikus (in vitro). Penelitian ini menemukan semua jenis fatty alcohol yang digunakan menyebabkan TEWL dan peningkatan aliran darah. Lauryl alcohol paling berpengaruh dalam peningkatan penyerapan kulit, TEWL, aliran darah, dan eritema. Myristyl alcohol memiliki pengaruh peningkatan penyerapan kulit yang rendah tetapi masih menyebabkan iritas kulit.

Sama seperti paper ilmiah lainnya, penulis pun menganjurkan penelitian lanjutan melibatkan relawan manusia (studi klinis). Untuk saat ini saya belum menemukan paper studi klinis untuk fatty alcohol. Tolong beritahu saya jika ada paper ilmiahnya. 

Fatty alcohol juga diperoleh dari minyak tanaman alias produk alam sehingga beberapa orang dapat mengalami reaksi sensitif dan alergi dari bahan ini. Karena mengandung unsur minyak, bahan ini, dalam konsentrasi tinggi juga tidak cocok untuk kulit berminyak dan jerawat. Ternyata bahan yang disebut-sebut alkohol baik, belum tentu baik kan. 

F. Kesimpulan 
Alkohol, terutama dalam produk skincare, tidak menimbulkan masalah bagi kulit. Apalagi konsentrasi alkohol dalam produk skincare sangat sedikit dibandingkan alkohol yang digunakan dalam penelitian dan produk hand sanitizer.

Memang ada beberapa kejadian membersihkan tangan dengan desinfektan alkohol, seperti yang terjadi pada pekerja lab (ethanol 70 - 98 % spray) dan rumah sakit (hand sanitizer dan pembersih berbasis alkohol lainnya), yang menyebabkan kulit teriritasi, dermatitis, dan pecah-pecah. Pada produk skincare, efek ini dapat berkurang karena formulasi yang digunakan mengandung bahan-bahan moisturizer dan hydrating.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa saya tidak mempermasalahkan jika terapis menggunakan alkohol (ethanol) setelah memencet jerawat. Alkohol digunakan untuk membunuh bakteri yang kemungkinan menyebar setelah ekstraksi jerawat dan juga mempersiapkan kulit menyerap serum dan moisturizer yang diberikan lebih efektif. Alkohol sendiri akan menguap dan moisturizer yang diberikan akan mengurangi efek negatif alkohol

Terlalu prematur untuk langsung menyatakan kandungan alkohol yang membuat kulitmu sensitif hanya karena ada tulisan alkohol di kolom ingredients. Menilai suatu produk tidak dapat dilihat hanya dari satu bahan yang digunakan, tetapi harus dilihat secara keseluruhan baik konsentrasi bahan yang sedang diperhatikan dan bahan lainnya yang berperan dalam kualitas formula. Untuk itu mengapa dalam formulasi produk skincare diperlukan seorang cosmetic scientist/ formulator.

Sebagai pendekatan untuk konsumen dalam mengenali produk, khususnya untuk kulit kering lebih baik tidak memilih produk dengan kandungan alkohol yang sangat tinggi (urutan ke 2-4 kolom komposisi). Hal ini sangat berlaku jika produk yang dicari adalah moisturizer.

Kulit berminyak masih bisa mentoleransi alkohol (ethanol) tetapi harus menggunakan fatty alcohol yang tidak terlalu tinggi. Untuk kulit dalam kondisi jerawat parah/aktif/purging, hindari moisturizer yang mengandung alkohol dan fatty alcohol tinggi (di sini kamu bisa coba-coba berapa banyak produk moisturizer yang harus digunakan).


Tidak ada lagi istilah alkohol jahat dan alkohol baik ya....Mengapa ada istilah itu dan semua orang percaya? Mungkin karena banyaknya pengulangan kata jahat, baik, good, bad yang akhirnya menciptakan misinformasi.

Hati-hati dalam menerima informasi baik atau buruknya suatu bahan jika tidak didasarkan dengan bukti ilmiah yang kuat 

Semoga artikel ini membantumu :)

Referensi
Bommannan, D. Polls, R. O., Guy, R. H.1991. Examination of the effect of ethanol on human stratum corneum in vivo using infrared spectroscopy. Journal of Controlled Release, 16 : 299 - 304.

Cartner, T., Brand, N., Tian, K. Saud, A., Carr, T., Stapleton, P., Lane, M. E., Rawlings, A. V. 2017. Effect of different alcohols on stratum corneum kallikrein 5 and phospholipase A2 together with epidermal keratinocytes and skin irritation, 39 : 188 - 196.

Donejko, M., Rysiak, E., Galicka, E., Terlikowski, R., Glazewska, E. K., przylipiak, A. 2017. Protective influence of hyaluronic acid on focal adhesion kinase activity in human skin fibroblasts exposed to ethanol. Drug Design, Development and Therapy, 11 : 669 - 676.

Kanikkannan, N. & Singh, M. 2002. Skin permeation enhancement effect and skin irritation of saturated fatty alcohols. International Journal of Pharmaceutics, 248 : 219 - 228.

Kramer, A., Bernig, T. & Kampf, G. 2002. Clinical double-blind trial on the dermal tolerance and user acceptability of six alcohol-based hand disinfectants for hygienic hand disinfection. Journal of Hospital Infection, 51 : 114 - 120.

Neuman, M. G., Haber, J. A., Malkiewicz, I. M., Cameron, R. G., Katz, G. G., Shear, N. H. 2002. Ethanol signals for apoptosis in cultured skin cells. Alcohol, 26 : 179 - 190.

Pendlington, R. U., Whittle, E., Robinson, J. A., Howes, D. 2001. Fate of ethanol topically applied to skin. Food and Chemical Toxicology, 39: 169 - 174.

Williams, C., Wilkinson, S. M., McShane, P., Lewis, J., Pennington, D., Pierce, S., & Fernandex, C. 2010. A double-blind, randomized study to assess the effectiveness of different moisturizers in preventing dermatitis induced by hand washing to stimulate healthcare use. Contact Dermatitis and Allergy, 162 : 1088 - 1092.

No comments:

Powered by Blogger.